Nasib Kesehatan di APBN
Sudah masuk 2009, tentu negara sudah punya anggaran baru. Lantas di 2009 ini berapa alokasi buat kesehatan? 2,8% dari total APBN. Kembali, kembali pemimpin negara ini minta maaf kalo tahun ini pun baru bisa memberi 3% saja kurang untuk kesehatan. Padahal, setau kita bersama rakyat yang sehat berarti negara semakin kuat. Pemerintah kembali minta maaf dan lagi2 meminta rakyatnya untuk bekerja keras untuk menutupi kekurangan dari pemerintah. Begitu sabarnya, begitu pemaafnya rakyat Indonesia! Setiap hari terusik, setiap hari pula mungkin berusaha melapangkan dada.
Tau standar WHO tentang anggaran nasional untuk kesehatan? 15%, bro! Yaa.. seminimalnya 5%lah. Bahkan anggaran kesehatan negara kita sampai batas minimal pun tidak. Begitu besarnya harapan pemerintah agar rakyatnya mandiri, sedangkan tanpa krisis ekonomi global yang sedang melanda akhir2 ini pun, pengangguran dan jumlah rakyat miskin masih menjadi point buruk dari pemerintahan negara ini, apalagi sekarang? Banyak kepala keluarga terancam PHK. Industri elektronik, garmen, sepatu, dll. dalam negeri yang menampung banyak tenaga kerja jika tidak dilindungi dari invasi produk luar negeri akan semakin tertekan, semakin lemah, dan akhirnya bangkrut. Akan tambah lagi pengangguran. Tambah lagi rakyat ekonomi lemah. Akan semakin banyak lagi orang yang setuju dengan statement orang miskin dilarang sakit. Sebandingkah harapan pemerintah kepada rakyatnya agar mandiri dengan apa yang diusahakan oleh mereka untuk rakyatnya? Minimal, lindungilah usaha dalam negeri.
Balik ke masalah anggaran kesehatan nasional. Ketua DPR mengakui minimnya anggaran ini sudah tentu akan berdampak pula pada pelayanan kesehatan, tapi apa harapan beliau? Beliau berharap pelayanan rumah sakit umum di pusat maupun daerah yang pelayanannya masih di bawah standar untuk ditingkatkan. Sekali lagi, kembali pemimpin negeri ini menuntut rakyatnya. Miris. Oke, jika rakyat tidak sabar dan tidak pengertian kepada pemerintah, mungkin mereka akan bilang seperti ini, ”mbok ya alokasi anggaran yang masih di bawah standar juga ditingkatkan.”
Lalu alokasi 2,8% dari 1000trilyun rupiah ini buat apa saja? Untuk pembangunan sapras kesehatankah? Atau Jamkesmaskah? Atau produksi obat modern dan tradisional? Jawaban yang mereka beri adalah, ”Itu merupakan total pengeluaran departemen, termasuk biaya program Jamkesmas.” ...... krikk krrikkk kriiikkk ........
Okelah kalau 2,8% dari 1000trilyun itu sangat besar. Tapi coba lihat, dievaluasi bersama, apakah 2,8% itu dinikmati oleh rakyat semuanya? Okelah kalo prinsip Jamkesmas tidak hanya untuk rakyat miskin, tapi mencoba untuk pemerataan hak masyarakat Indonesia, apakah sampai pada dirinya yang berhak? Indonesia benar2 ribet dengan yang namanya birokrasi. Untuk memperoleh keringanan biaya pengobatan, beberapa jalur harus ditempuh, apakah tidak akan menimbulkan rasa sungkan di hati rakyat miskin? ”Sudah ah, malas. Ribet. Orang miskin memang dilarang sakit.” Sekali lagi, mereka berdalih bahwa birokrasi itu bertujuan untuk meminimalisasi KKN. Tapi saya kok jadi ga yakin, ya? Maaf terlampau suudzon.
Visi Indonesia Sehat 2010, Visi Indonesia Sehat 2015, Visi Indonesia Sehat 2020, Visi Indonesia Sehat 2030. Katanya ini program yang berkelanjutan, jadi sebenarnya kapan Indonesia bisa dibilang sehat? Kalau 2010 gagal, berarti 2015? 2015 gagal lagi, 2020? Semoga indikator keberhasilan 2015 berbeda dengan 2010, semoga ada indikator lebih banyak, lebih baik. Agak aneh soalnya kalo indikator keberhasilan tiap tahunnya sama, tidak ada perbaikan dong? Untuk mencapai visi tersebut, memang dibutuhkan kerja sama dari pemerintah juga rakyatnya. Saling mendukung, saling membantu, juga saling percaya.
Semoga pemerintah tidak terlalu menuntut banyak ke rakyatnya. Rakyatnya pun diharapkan tidak permisif dengan pusingnya para petinggi negeri ini. Semoga pemerintah tidak hanya jago mengucap maaf, tapi juga mesti jago membuat rakyatnya optimis. Semoga mereka merupakan orang2 terpilih yang tidak manja dan cepat menyerah. Jika memang APBN untuk kesehatan kecil, semoga memang ada solusi dari pemerintah untuk daerah untuk menutupi kekurangan2 itu. Semangat!
Tau standar WHO tentang anggaran nasional untuk kesehatan? 15%, bro! Yaa.. seminimalnya 5%lah. Bahkan anggaran kesehatan negara kita sampai batas minimal pun tidak. Begitu besarnya harapan pemerintah agar rakyatnya mandiri, sedangkan tanpa krisis ekonomi global yang sedang melanda akhir2 ini pun, pengangguran dan jumlah rakyat miskin masih menjadi point buruk dari pemerintahan negara ini, apalagi sekarang? Banyak kepala keluarga terancam PHK. Industri elektronik, garmen, sepatu, dll. dalam negeri yang menampung banyak tenaga kerja jika tidak dilindungi dari invasi produk luar negeri akan semakin tertekan, semakin lemah, dan akhirnya bangkrut. Akan tambah lagi pengangguran. Tambah lagi rakyat ekonomi lemah. Akan semakin banyak lagi orang yang setuju dengan statement orang miskin dilarang sakit. Sebandingkah harapan pemerintah kepada rakyatnya agar mandiri dengan apa yang diusahakan oleh mereka untuk rakyatnya? Minimal, lindungilah usaha dalam negeri.
Balik ke masalah anggaran kesehatan nasional. Ketua DPR mengakui minimnya anggaran ini sudah tentu akan berdampak pula pada pelayanan kesehatan, tapi apa harapan beliau? Beliau berharap pelayanan rumah sakit umum di pusat maupun daerah yang pelayanannya masih di bawah standar untuk ditingkatkan. Sekali lagi, kembali pemimpin negeri ini menuntut rakyatnya. Miris. Oke, jika rakyat tidak sabar dan tidak pengertian kepada pemerintah, mungkin mereka akan bilang seperti ini, ”mbok ya alokasi anggaran yang masih di bawah standar juga ditingkatkan.”
Lalu alokasi 2,8% dari 1000trilyun rupiah ini buat apa saja? Untuk pembangunan sapras kesehatankah? Atau Jamkesmaskah? Atau produksi obat modern dan tradisional? Jawaban yang mereka beri adalah, ”Itu merupakan total pengeluaran departemen, termasuk biaya program Jamkesmas.” ...... krikk krrikkk kriiikkk ........
Okelah kalau 2,8% dari 1000trilyun itu sangat besar. Tapi coba lihat, dievaluasi bersama, apakah 2,8% itu dinikmati oleh rakyat semuanya? Okelah kalo prinsip Jamkesmas tidak hanya untuk rakyat miskin, tapi mencoba untuk pemerataan hak masyarakat Indonesia, apakah sampai pada dirinya yang berhak? Indonesia benar2 ribet dengan yang namanya birokrasi. Untuk memperoleh keringanan biaya pengobatan, beberapa jalur harus ditempuh, apakah tidak akan menimbulkan rasa sungkan di hati rakyat miskin? ”Sudah ah, malas. Ribet. Orang miskin memang dilarang sakit.” Sekali lagi, mereka berdalih bahwa birokrasi itu bertujuan untuk meminimalisasi KKN. Tapi saya kok jadi ga yakin, ya? Maaf terlampau suudzon.
Visi Indonesia Sehat 2010, Visi Indonesia Sehat 2015, Visi Indonesia Sehat 2020, Visi Indonesia Sehat 2030. Katanya ini program yang berkelanjutan, jadi sebenarnya kapan Indonesia bisa dibilang sehat? Kalau 2010 gagal, berarti 2015? 2015 gagal lagi, 2020? Semoga indikator keberhasilan 2015 berbeda dengan 2010, semoga ada indikator lebih banyak, lebih baik. Agak aneh soalnya kalo indikator keberhasilan tiap tahunnya sama, tidak ada perbaikan dong? Untuk mencapai visi tersebut, memang dibutuhkan kerja sama dari pemerintah juga rakyatnya. Saling mendukung, saling membantu, juga saling percaya.
Semoga pemerintah tidak terlalu menuntut banyak ke rakyatnya. Rakyatnya pun diharapkan tidak permisif dengan pusingnya para petinggi negeri ini. Semoga pemerintah tidak hanya jago mengucap maaf, tapi juga mesti jago membuat rakyatnya optimis. Semoga mereka merupakan orang2 terpilih yang tidak manja dan cepat menyerah. Jika memang APBN untuk kesehatan kecil, semoga memang ada solusi dari pemerintah untuk daerah untuk menutupi kekurangan2 itu. Semangat!
APBN atau APBD perlu jeli nelitinya. soalnya disana itu tempat yang strategis untuk korupsi. mending ya 2,8% betul2 dialokasikan. kalo dikorupsi juga gimana?? bener juga bukunya eko prasetyo. orang miskin dilarang sakit. saya juga ngalamin waktu nganter adek kos saya yang tiba2 gak tau kenapa akhirnya kita bawa ke rumah sakit. luamyan ya..masuk UGD doang cuma 1 jam trus nebus obat harus ngeluarin kocek 200ribuan. lumayan ya anak kos.. alhamdullilah bisa kebayar. kalo orang yang gak punya uang, bayarnya gimana ya??? masa nunggu dulu sampe punya uang/?? keburu mesen tanah buat pemakaman..
BalasHapusselama di Jepang memang saya cuman bisa ngiri ama orang Jepang...asuransi kesehatan nasional mereka bener OK punya... Ndak ada orang berobat gratis, mereka harus bayar 30% dari biaya pengobatan TAPI ada batas maksimal biaya yg harus mereka bayar. Trus, besar premi tergantung besar pendapatan (adil). Dah gitu pelayanannya bener2 konsumen dijadikan raja...wis pokoke ngiri...dan bakal tak tulis di blog deh...
BalasHapusproblemnya memang begitu banyaknya oknum di negara kita ini...salam prihatin.
BalasHapusSemoga kita semua tidak menjadi bagian dari oknum tsb, amin.
@mbak nunik: ada saran mbak buat saya dan temen2 (FK) tentang hal yang sy tulis di atas?
BalasHapus@dr.afie: sy tunggu dok tulisannya. siapa tau inspiring sy dan temen2.
@Ala: Aamiin. moga kita tidak menjadi generasi penerus (keburukan), tapi jadi generasi perbaikan.
Kasihan ya ... kesehatan gak seberuntung pendidikan, setidaknya untuk tahun ini.
BalasHapus2.8% Vs 20%
Yg terpenting adalah mekanisme manajemen keuangan negara tsb. Jgn sampai yang 2.8% ini terlalu 'ribet' birokrasi-nya. Potong sana-sinilah dsb..
IMHO.
@Kak Tyo: Yup, aamiin. semoga bisa berguna buat rakyat smuanya ;D ga kepangkas sana-sini yang ga penting.
BalasHapus