Alisjahbana
“Liiiis..
yok, Lis. Udah iqomat tuuh..” meski tergesa lari ke mushola
dekat kosannya, Edhie menyempatkan meneriaki Alis untuk beranjak dari depan
komputernya. “Duluaan…” Alis tidak
bergeming, tetap fokus mengerjakan bab 3 karya ilmiahnya. Malam ini Alis
kembali tidak sholat Isya berjamaah. Sudah ketiga kalinya dalam minggu ini. Bukan
karena Alis tidak tau tentang keutamaan sholat jamaah di masjid bagi laki2, bukan.
Hanya saja ia merasa tidak bisa. Seperti malam ini. Ia dikejar batas pengumpulan
lomba proposal karya ilmiah.
Jam 19.57. “Yes! Sent. Semoga lolos.” Alis memang sedang gemar2nya ikut lomba
karya tulis. Lomba karya tulis terakhir yang ia ikuti, ia juara 2 tingkat
nasional. Sertifikat dan medalinya kian banyak. Namanya kian sering disebut
ketika upacara hari Senin di sekolahnya.
Setelah memastikan tidak ada
syarat yang lupa ia sertakan, ia bangkit menuju kamar mandi. Lalu sholat isya
sendiri di kamarnya, karena keempat teman kosnya; Edhie, Baskoro, Yudho, dan
Yono, sudah sholat berjamaah di mushola. Dan ketika ia sedang melipat sajadah
seselesainya sholat, ia mendengar suara langkah kaki memasuki kosannya. Ah, itu
dia. Teman2nya baru pulang dari mushola.
“Kok
lama, Bro?”
“Lah,
lupa? Ini kan malam jum’at. Jadwalnya kajian remaja muslim sini. Tadi yang
ngisi Bang Prabowo. Mantep, Lis! Lu rugi ga ikut.” Yono
menjawab antusias.
“Oh,
Bang Prabowo. Gitu2 doang kan isinya? Eh, udah pada makan belom? Sederhana-an,
yok!”
“Aah..
dasar lidah padang. Gantilah kita. Ke Bu Beng aja deh. Gue kangen semur
jamurnya.” timpal Yudho. Bu Beng adalah sebutan mereka untuk sebuah warung
masakan betawi dekat kosan mereka. Warung itu tanpa nama. Mereka sebut Warung
Bu Beng karena warungnya tepat berada di sebrang bengkel.
“Halah,
Yudh. Semur jamur apa semur jengkool?” goda Ibas, panggilan akrab
Baskoro, disambut derai tawa kawan lainnya.
Selesai makan, mereka
berpencar. Alis dan Ibas langsung kembali ke kos, sedangkan Yudho dan yang lainnya
pergi ke Jalan Pramuka. Mereka janji akan bertemu dengan penjual kodok malam
ini, untuk mengambil kodok2 yang telah mereka pesan satu minggu lalu. Banyak jumlahnya.
Untuk apa? Kepo aja siiih :P
Lupakan tentang kodok. Sesampainya
di kosan, Ibas pamit untuk tidur duluan ke Alis. “Kurang tidur, Lis. Beberapa hari ini gue susah tidur.” Alis masuk ke
kamarnya. Ia belum ngantuk, tapi sedang tidak mood untuk baca buku, apalagi
buku pelajaran. Akhirnya ia putuskan untuk online; blogwalking, download,
streaming, dll.
Pada sebuah titik waktu, ia
sangat penasaran untuk membuka situs cerita 17+ (yang sebenarnya berusia 17+
pun tidak boleh membacanya). Hal ini bukan pertama kalinya. Ternyata beberapa
bulan ini Alis sering membacanya diam2, tanpa sepengetahuan teman2 kosannya.
Ketika membacanya, jantung Alis berdetak lebih cepat, darahnya berdesir lebih
kuat. Selesai mebaca satu cerita, tak habis rasa penasarannya, dan tanpa sempat
ia berfikir, ia klik cerita lainnya. Terus dan terus begitu. Alis ketagihan.
Dan ketika kantuk menyerang, ia baru menutup lembar2 digital itu.
“Tok..
Tok.. Alisjahbanaaaaa.. Udah bangun belum? Shubuh, Bro! Sudah hampir setengah
enam. Tadi kayanya udah bangun deh. Ketiduran lagi, ya?” Yono
untuk kesekian kalinya mengetuk pintu kamar Alis. “Ckrek..” Rupanya yang dibangunkan kali ini benar2 bangun. Dengan
langkah kaki yang diseret, ia masuk kamar mandi untuk berwudhu. Dan… “Brakkk.” Entah karena lantai kamar
mandi yang terlalu licin atau posisi langkah Alis yang tidak seimbang karena
kesadarannya masih setengah, ia terjatuh di kamar mandi. Alis merasa pandangannya
kian gelap. Pekat.
Alis tidak tau dirinya dimana.
Bahkan otaknya tidak sempat berfikir ia berada dimana. Neuron2 otaknya sangat
sibuk, bekerja sangat cepat, loncat dari
satu memori ke memori selanjutnya.
Dari kebiasaan barunya diam2 membuka
situs cerita 17+, ke rasa beratnya melangkahkan kaki untuk sholat jamaah di mushola.
Dari kebiasaannya mencontek ketika
ulangan, ke rasa kantuknya yang sangat amat sehingga menunda2nya untuk shubuhan
tepat waktu.
Dari rasa senangnya telfonan
malam2 dengan si imut Miranda, ke rasa bosannya datang dan mendengarkan materi
halaqoh.
Dari seringnya tidak nurut dan
berkata keras kepada orang tua, ke rasa enggannya memaknai Al-Qur’an, bahkan
membacanya pun malas.
Dari rasa bangga memenangkan
sejumlah lomba karya ilmiah, ke rasa aman tentram hidupnya walau ia kerap
melakukan hal2 yang tidak boleh dilakukan.
Maksiat telah membuat Alis
semakin berat untuk melakukan ketaatan. Sunah tidak, wajib pun lepas waktu.
Khusyuk tidak, apalagi merasakan nikmat. Semuanya ia lakukan tanpa rasa, tanpa
makna, dan eum.. mungkin tanpa manfaat. Maksiat mendatangkan bencana. Dan berat melakukan perbuatan taat adalah bencana bagi tiap mukmin. Dan kini,
Alis menagisi semuanya. Berharap masih ada kesempatan untuknya.
0-0
Kawan, bila Allah terus-menerus mencurahkan nikmat kepada kita, padahal kita kerap melakukan maksiat, berhati2lah. Pada akhirnya kita lalai, mengira Allah tidak menghukum segala kesalahan kita. Padahal…
“Kami membukakan pintu2 segala sesuatu untuk mereka, hingga bila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong2. Maka, ketika itu mereka terdiam putus asa.” (Al-An’am : 44)
Itu hanya masalah waktu yang
kita tidak tau kapan akan dibalas dengan adil, dengan setimpal. Dan pada
saatnya tiba, ahli maksiat akan terdiam dan berputus asa.
Selain itu, Ibnu Qayyim mengatakan,
“Kegembiraanmu dengan dosa lebih Allah murkai daripada dosa itu sendiri. Tawamu saat melakukan dosa lebih Allah murkai ketimbang dosa itu sendiri. Tidak adanya rasa malu kepada malaikat di sebelah kiri dan kanan, padahal mereka melihat dan mencatat amalmu, lebih Allah mukai dibanding dosa itu sendiri.”
Terobatinya rasa
penasaran kita setelah membaca cerita 17+ lebih Allah benci dari dosa itu
sendiri. Bangganya kita karena nilai bagus padahal hasil mencontek lebih Allah
murkai dibanding dosa itu sendiri. Segarnya bangun tidur kita sehingga
melewatkan waktu shubuh lebih Allah benci dibanding dosa itu sendiri. Juga tawa
ceria saat kita bercengkrama dengan pacar lebih Allah murkai dari
dosa itu sendiri.
Sungguh, kawan. Maksiat itu
mengurangi rezeki kita, menghalangi kita dari ilmu, melemahkan akal kita, membuat
gelap wajah dan hati kita, menjauhkan diri kita dari orang2 beriman. Juga
sungguh maksiat itu menghalangi kita dari ketaatan dan justru mendorong diri
kita untuk melakukan maksiat yang lainnya. Dan sungguh maksiat itu membuat
lisan kita akan berkhianat.
Lisan pemaksiat akan berkhianat
saat ia harus mengucap syahadat menjelang meninggal. Ketika orang2 berkata
kepadanya, “ucapkanlah : Laa ilaha illa Allah.” Pemaksiat akan merasa sangat
kesulitan untuk mengucapkannya. Walau sebenarnya kalimat itu sudah dihafal mati
dan diucapnya sering kali selama hidupnya. Namun, tumpukan maksiat menghalangi
pemaksiat untuk bisa melafalkan kalimat itu. Lidahnya akan berat, serasa ditindih
gunung. Naudzubillah.
hmmm....malam Jumat kajiannya ngaji surat Al kahfi kan buu?
BalasHapusSunnah lhoo ituh
noticed :)
BalasHapustapi bergaul juga dengan orang jahat mba,karena sesungguhnya yang akan membuat mereka yg jahat menjadi baik adalah diri kita yang ada disekitarnya
BalasHapusiya, sepakat :) bergaul dgn siapa pun. tp bersahabatlah dgn yg sholih.
BalasHapusJika kita membiarkan demu yang menempel dalam hati lama - kelamaan demu itu akan semakin menebal dan pastinya membutuhkan tenaga ekstra untuk membersihkannya.
BalasHapusCocok banget cerita ini dengan tulisan aku yang ini .. :D http://jabanahsadah.blogspot.com/2012/05/tanya-hatimu.html
BalasHapusSubhanallah...
BalasHapusbenar-benar kisah yang mengingatkan u/ shalat tepat waktu..
*masih sering tegoda u/ di depan lepi saat iqomah tiba
t_t
makasii udah mengingatkan, sist
salam kenal, yaa
Nurbaeti (Nunun? #eh), Brotoseno (wayang), Sauful Jamil (penyanyi) , Alisyahbana (sastrawan) ,...ayo tebak, habis ini nama siapa lagi yang dipake :)
BalasHapusJadi segala kesenangan yang tidak kita syukuri lebih bahaya dari dosa itu sendiri y mba?, :)
BalasHapusSubhanallah kisah yang penuh makna :)
BalasHapusKyaw!Buru-buru ke toilet. wudhu. sholat ashar.
BalasHapusMakasih atas kisahnya yang mencubit :D
@djangkaru bumi: iya, betul. terima kasih :)
BalasHapus@fahri : sudah aku baca. trm ksh sharenya :)
@maharani: salam kenal jg. ini juga utk pengingat diri sendiri.
@mas ichsan : bisa sj ardianus ichsan, loh :)
@mas yudhi: hah? ga ngerti. kok ky ga sinkron, mas? :)
@ami : sama2. ini utk diri sendiri juga :)
@anis: hehe :) sama2, nis.
posting yang mengena. makasih sudah mengingatkan ya .... :)
BalasHapusAstaghfirullah... Na'udzubillah..
BalasHapusnice mbak, nasehatnya begitu tersirat..
BalasHapusizin copas ya mbak.. :D
Nice, menyentuh banget :)
BalasHapusTapi, pemeran2nya kok kayak nama2 para politikus Partai Demokrat yah???
Edhie Ibas Baskoro Yudhoyono. Hahahaha :D
Salam Kenal...
jangan lupa bersyukur.. :)
BalasHapusitu mungkin yang kurang..
@octa : monggo :D
BalasHapus@indra : haha. saya bukan orang demokrat loh, ya.
@all : makasih sudah membacanya. inti dari tulisan ini adalah hindari maksiat. karena maksiat akan membuat kita makin jauh dari taat dengan menambah berat langkah kita utk berbuat taat. semoga bs bermanfaat utk kita smua :D
Ya Allah Ya Rabb...
BalasHapusjadi tersentil, makasih mbaaak
subhanalloh, benar2 mencerahkan.. jazakillah khoir mulki
BalasHapus@mbak maya: sama2, mbak :) ini jg utk diriku sendiri.
BalasHapus@kak rima: wa iyyaki, kak. kangen! :)
here i am,, at first coming..
BalasHapussubhaanalloh.. "mantappp berkualitasss.... :)
BalasHapussukses selalu buat mulki n family yach...
@yahya : trm ksh kunjungannya :)
BalasHapus@akh joko : segala puji hny bagi Allah. aamin insya Allah.