Merapi : Episode Ristiningtias
“ Jangankan manusia sehat jiwa raga, yang sakit salah satunya pun senang jika dimanusiakan, dengan sebaik2nya…” Tatapan matanya tidak seajeg gadis seumurannya, nanar. Tolah kiri dan kanan perlahan saja, tapi bukan perlahannya anggun atau santun, lebih lambat lagi. Senyumnya, pun responnya, anak kelas 4 SD pun bisa menyadari ada yang berbeda dengan dirinya. “Mbak, boleh kenalan?” suara dan tepukan di pundak membuat saya menoleh kepada asal rangsang. Oh, gadis itu. Suaranya datar saja. “Boleh dooong. Aku Mulki, mbak siapa?” Saya : petakilan seperti biasa. Pengungsi yang lain; anak2, ibu2, sampe mbah2, begitu memperhatikan awal perkenalan kami. Ada yang berusaha memberi kode sesuatu, tapi saya tak berusaha menangkapnya, sepertinya saya sudah tau maksud mereka. Saya banyak bicara dengannya. Walau berbeda, gadis itu masih bisa diajak bicara. Sekejap, saya merasa langsung kembali pada blok Psikiatri, ketika istilah2 kejiwaan dan gangguannya saya pelajari. Tidak perlu wakt...