Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2013

Kisah Coass #9 : "Coass Tua"

Stase terakhir ini akan habis dalam waktu dua minggu. Hampir sampai. Syukurlah. Hati ini ceria, terbayang hari di depan yang sepertinya akan lebih berwarna. Namun, rasanya kok langkah kaki kian memberat, ya? Sikap pun jadi angot-angotan. Hm… Orang2 bilang ini sindrom coass tua. Maunya duduk saja, malas bergerak. Sudah peot, bahkan ngoyot. Padahal jika kehidupan coass diibaratkan dengan lari marathon, saya harusnya mempercepat lari ketika hampir mencapai garis finish. Lari sekencang-kencangnya dengan tenaga terakhir, hingga titik nadir, hingga puas menyudahi. Hidup sebagai coass adalah sebuah perjalanan. Dan bicara tentang jalan, saya mengenal beberapa tipe jalan Yaaa… walau memang tidak sepandai orang teknik sipil sih, tapi cukuplah untuk bekal memahami hidup. #apasih?   Saya cerita dikit, ya. Kemarin atau kemarinnya lagi, tepatnya waktu sore yang pesona jingganya terhalang oleh awan hitam, saat itu saya merasa lapar. Karena gas kompor di kontrakan sedang habis, saya bermaksud membel

Janji

Besok pagi suami saya bakal datang. Hepi deh. Hepinya tuh kaya si Bilbo Baggins pas berhasil nemuin Arkenstone. Serasa cukup baginya Arkenstone saja, tidak usah lagi seperempatbelas bagian harta bawah gunung yang dijanjikan Thorin kepadanya.   As usual, setiap suami mau datang, ada persiapan2 khusus yang saya lakukan. Dari berbagai persiapan itu, bagian yang paling saya perhatikan adalah : berusaha sebaik2nya agar tepat janji dan tepat waktu ketika menjemput beliau.   Hal kecil ya? Mungkin bagi kalian. Tapi saya pernah kena omelan yang panjang karena saya telat 15 menit dari waktu yang saya janjikan. Dan akhirnya, saya harus menanggung derita. Di atas motor, sepanjang perjalanan dari stasiun balapan ke kontrakan, saya dihukum. Saya hanya diperbolehkan mendengarkan omelannya (baca: ceramah), tanpa boleh menyentuh beliau (baca: pegangan beliau). Itu hukuman yang berat loh bagi saya. Iyalah, kaya apaan aja suami istri boncengan, tapi istrinya ga boleh pegangan sama suaminya, malah pegan

Gombal #6

Gambar

Kisah Coass #8 "Teman"

Teman yang baik adalah yang membantu mencarikan tissue ketika kaki temannya ketumpahan es jeruk, tidak usahlah ia sampai berjongkok-jongkok mengelap kaki temannya itu. Maka ketika teman kita mendapat penguji yang sulit, teman yang baik adalah teman yang mau membantu kesiapan ujian, seperti belajar bersama atau diskusi, tidak usahlah sampai rela atau menawarkan bertukar penguji. Jika mau menjadi teman yang baik, jika mau membantu teman, bantulah yang membuatnya kuat, bukan justru yang membiarkannya tetap, bahkan semakin lemah. Kasihan teman kita itu, tidak akan punya daya juang, tidak akan punya daya tahan. Alih-alih membantu teman, eh justru nyusrukkin teman. Prinsipnya bukan melulu "yang waras ngalah" karena ini memang bukan sedang di RSJ.

Stellio

Cicak itu melirik ketus. Ketus, seperti akan meletus. Plis. Saya tidak tau, saya salah apa padanya. Kemarin saya cuma mengajaknya berkenalan. Make a friend antar spesies apa salahnya? Mungkin saja ia bisa membantu saya memakan nyamuk, anak nyamuk, bapak nyamuk, dan tetangga nyamuk yang akhir2 ini seringkali tidak sopan berkunjung ke rumah kontrakan, walo saya tidak pernah mengundang mereka. Tapi kenapa cicak itu ketus? Padahal kemarin saya hanya menyapa, "Halo. Saya Mulki. Kamu?"  Ia menoleh, menatap saya. Yess! Betapa saya sempat senang hanya karena cicak itu menoleh. Karena saya tidak mau kehilangan perhatiannya, lantas saya tanya lagi, "sudah bersuamikah?" Tapi demi mendengarnya, ia langsung pergi begitu saja. Pergi dengan sangat tergesa. Oh, man... Kenapa dia? Sungguh, saya tidak ada niatan merebut suaminya. Lantas, kenapa ia langsung lari begitu? Tidak, tidak. Saya tidak jera. Perbincangan antar spesies harus tetap berjalan.

I'ts such a shame to waste time. We always think we have much of it.

Really no, pretty girl :)