Caldok Bicara Tentang "Guru"
Agama. Kedamaian. Jelas, pembawa kedamaian bukanlah preman bis kota yang suka malakin orang sembarangan. Bukan pula seseorang yang memainkan gitar, tapi ternyata dirinya sama sekali tidak mengerti not doraemon, eh, doremifasollasidoo. Pun, pembawa agama yang baik mesti seseorang yang mengerti bagaimana menyampaikan berbagai keindahan beragama. Butuh yang kaya gitu. Usted tiene mi palabra. La verdad, amigo.
Sepakat kan, secanggih apa pun grand piano, yang memegangnya haruslah orang yang mengerti nada, orang yang memiliki jiwa dengan dentingan tuts hitam putih piano, orang yang mencintai piano! Pun guru matematika, pun guru memasak, pun guru-guru yang lain, termasuk guru “agama”. Mereka adalah orang yang mesti sudah merasakan keindahan yang diajarkannya… Usted tiene mi palabra. La verdad, amigo.
Okelah, saya adalah calon dokter. Bukan calon guru bergelar S.Pd. Tapi boleh dong ya saya bicara tentang rugu-rugu, karena pun pada realitanya, minimal saya adalah guru bagi adik2 saya tentang behave sama orang tua. Pun akan menjadi guru bagi anak saya nantinya (walau still will be ages, jekekekk gulung2malu), dll.
Tentang ajar-mengajar, hanya sesuai dengan tafakuran seorang bocah yang suka ngaku2 berkepribadian robot - yang udah capek dan males buat mellow - robotnya ini adalah alibi buat nutupin sifat mellownya yang minta maaf (bosen minta ampun mulu). Yes, she is me. Please welcome Mulki Rakhmawati…
1. Tidak terburu2
Tidak terburu2 maksain mereka ngerti apa yang kita sampaikan, missal kepada adik kita tentang PR logaritmanya. Atau terburu2 untuk mengajarkan hal yang lain, padahal kita tidak terlalu yakin apakah mereka sudah menangkap makna dari apa yang telah kita ajarkan. Missal, sudah seberapa baik mereka menghargai waktu mereka, setelah kita sampaikan fadhilah dari surat Al-Ashr? Tidak usahlah terburu-buru, kawan… dikejar deadline kepala rumah tangga, ya? Wakwakk! :p
2. Tidak dengan mengomel
Jangan jadikan omelan sebagai alat penegur kesalahan, atau bahkan dijadikan dalih pemacu semangat. Padahal mah lebih tepat dikatakan cambuk. Ya ga? Dan bagaimana rasa setelah dicambuk? Sakit, you know. Bagaimana pun, tua atau muda, cantik atau jelek, manusia tidak suka akan omelan.
Lalu bagaimana untuk memberi tau bahwa ia baru saja melakukan sesuatu yang kurang baik? Wait a minute -> Aturnafas tenangkandiri -> Belajarlah untuk kita yang menguasai emosi, bukan justru emosi yang menguasai sikap kita -> Sambil mikiiiiiir (makanye biasain mikir :p) kalimat atau sikap apa yang bisa bikin mereka meng-iyakan kita dengan tanpa paksaan, plus men-taubatkan sikap minusnya itu. Bisa dengan penganalogian… Pemisalan cerita lain yang more or less mirip… Atau cara kreatif lainnya.
Tentu yang bisa diterima, disampaikan dengan hati, diucapkan dengan hati-hati, semoga bisa diterima dengan senang hati. Karena bagaimana pun, omelan itu iyyucks! banget. Akan ada hindaran-hindaran untuk selanjutnya; kecil tapi jadi jauh, sebel jadi sungkan, perlahan tapi menumpuk tinggi. Dan bagaimana bisa sampai maksud baik kita
3. Never give up - tidak meninggalkan -tegar.
Menjadi seorang pendidik, pasti nantinya akan ada tantangan, kalau tidak mau menyebutnya ujian, kalau juga tidak ingin menganggapnya cobaan. Baik dari yang sedang kita ajar, atau justru dari orang sekelilingnya.
Hiburlah dirimu, Nak. Bebelnya orang yang sedang kita hadapi, tidak sebebel ummat Nabi Nuh, kan? Melencengnya mereka pun tidak semelenceng ummat Nabi Luth, kan? So… jangan putus asa. Sebisa mungkin, jika ada yang menyerah, pastikan bukan kita orangnya. Sabar, dan selalu mohon kekuatan kepada Allah SWT.
Pun kita mesti berkaca dari ketegaran Kyai Ahmad Dahlan. Murid2nya setia kepadanya, tau akan kebaikan dan kebenarannya, tapi tantangan datang justru dari orangtua murid2nya yang terpengaruh opini umum, bahwa Kyai Ahmd Dahlan itu adalah Kyai kafir! Hanya karena beliau tidak memakai gamis seperti kyai lainnya, hanya karena ia mendirikan madrasah ibtidaiyah yang memakai kursi dan meja, hanya karena beliau membawa pembaharuan!
4. Berani untuk unik.
Keunikan itu sangat berharga :) cara ajar yang berbeda dan aneh pasti lebih menarik, lebih membuat penasaran, dan lebih membekas di hati. Semua manusia itu unik, maka hadapilah dengan keunikan yang lebih lagi. Unik itu ga selalu mesti baru! Silakan gunakan old jokes that, by the way, always work.
5. Belajar mengajar seumur hidup
Secanggih apa pun metode yang kita pakai untuk mendidik seseorang, belum tentu metode itu pas untuk “menaklukkan” generasi yang lain. Karena yang kita hadapi adalah manusia, bukan robot dengan kloningan kode2 listriknya. Bukan pula kucing yang mau kita sentil, elus, atau tendang, responnya hanya mengeong2 dan me-rawr2. Itu-ituuu aja.
Menghadapi Mulki berusia 2 tahun dengan Mulki 12 tahun pasti berbeda, pun Mulki 21 tahun dengan Mulki 25 tahun. Itulah mengapa seorang Ibu cocok sekali disebut long life learner. Melihat apa yang tidak dilihat, mendengar apa yang tidak didengar. Banyakin jalan2 deh, because traveling teaches how to see. Kalo ga bisa jalan2 secara fisik, jalan2 lewaat buku ata internet juga jadi kok. Wak wakkk!!
Komentar
Posting Komentar
terima kasih sudah membacanya :D dan terima kasih sudah mau komen. hehe...