Nurbaeti


Hanya Dunia. Maenannya suami saya.

Lima hari lalu saya bertemu Nurbaeti, ia terlihat jumawa. Ia merasa telah membuat orang tuanya bangga karena ia adalah sedikit siswa yang berhasil masuk SMA favorit di kecamatannya. Dikatakan favorit karena memang cuma satu2nya SMA di kecamatan itu. Dikatakan berhasil ya gimana ya… Asal punya ijazah SMP sudah pasti diterima kok. Lha wong kuotanya aja 60 siswa, tapi yang daftar cuma 24. Lho, kemana lulusan SMP yang lain? Pada emoh sekolah lagi. Ada yang alasannya karena kapok ketemu matematika. Ada juga yang alasannya mending nyari duit ke kota atau ke Arab daripada nyari ilmu. Ada juga yang alasannya harus bantu orang tua nggarap ladang warisan yang luasnya bisa bikin semut ngos2an kalo lari keliling ngiterin ladang itu.

Pagi ini saya kembali bertemu dengan Nurbaeti. Ada yang beda, senyum 7 centinya hilang. Wajahnya selecek cucian abis diperes. Olala… Rupanya ia sedang jengkel dengan orang tuanya. Ia jengkel karena tak juga dibelikan seragam putih abu2.
“Moso’ aku sekolah SMA dikon nganggo klambi putih biru dhisik. Kan isin… Mbok yo nek durung ono duit, didhol wae pithik2e. Cah SMA yo cirine putih abu. Moso’ susah2 mlebu SMA, ijik nganggo putih biru meneh… Emoh aku sekolah nek ra nganggo putih abu. Nggo aku, putih abu kuwi dadi jati diriku saiki.”
Jati diri? Ini menarik. Fikiran saya sudah kemana2 jadinya. Nurbaeti berhasil memberikan ide kepada saya apa sebenarnya arti jilbab bagi seorang muslimah. Jati diri. Oya, saya tidak akan menjabarkan keuntungan dan kemuliaan apa yang didapat dari memakai jilbab di sini. Saya juga tidak akan bahas tentang bagaimana cara memakai jilbab yang benar. Sudah banyak yang bahas itu. Bagus2 malah. Jadi tentang apa? Tentang Nurbaeti #plak. bikin kesel.

Setelah saya bedah google, arti jati diri adalah ciri2, gambaran, identitas, atau inti kehidupan seseorang.
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Ahzab : 59)
Cocok :) Pikiran saya cukup sederhana : yang namanya ulangan, ya harus dijawab sendiri -tidak membuka buku atau bertanya kepada teman. yang namanya menjadi staff, ya mesti patuh dengan keputusan atasan walau mungkin masukan kita tidak dipakai olehnya -tidak lantas mengurangi dedikasi kita terhadap pekerjaan. dan yang namanya hamba Allah, ya mesti berusaha mematuhi aturanNya dengan sebaik2 usaha -tidak hanya mematuhi sebagian, tapi sepenuhnya. Ini apa ya namanya? Rule dan konsekuensi. Yang tidak mengindahkan adanya rule dan konsekuensi, kok sepertinya sosoknya belum dewasa, ya :)

Hm… Adakah yang beranggapan seperti ini? 
 “Yang penting jilbabin hati… Ngapain jilbaban kalau kelakuan masih bej*t?”
Ayolah, kawan… Islam itu perihal tauhid dan muamalah. Dua2nya perintah Allah, tidak bisa kita pilih salah satunya saja. Maukah kita disebut seperti Ahli Kitab yang menjalankan sebagian perintah dan meninggalkan perintah yang lain? Bukankah Allah itu Mahatau segalanya yang terbaik untuk hambaNya? Dan bukankah perintah Allah tidak ada yang merugikan hambaNya? :) 
“Saya rajin sholat, wajib juga sunnah. Puasa sunnah juga rutin. Umroh sudah sesering saya ke Bali. Anak yatim asuhan saya puluhan. Sama tetangga selalu membantu. Apa hanya karena saya ga pake jilbab saya tidak akan selamat?”
Selamat atau tidaknya kita di akhirat nanti itu masih perkara yang ghaib. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah berusaha untuk meminimalkan murka Allah dan memaximalkan ketaatan kepadaNya. Sholat, puasa, umroh, dan amal2an kita di dunia saja belum tentu diterima oleh Allah (karena harus terpenuhi syarat sahnya), masa’ kita berani tidak memakai jilbab yang pasti akan memberikan kita banyak dosa. Kalau ternyata kita defisit bagaimana? :(

“Aah, kakak. Aku belum siap pake jilbab. Masih pengen kepang2an, poni2an, unyu2an gitu, kak. Lagian aku gamau labil kaya temen aku. Dia ke kampus pake jilbab. Tapi upload-an foto FBnya ga pake. Kan gimana gitu liatnya, kaaak…”
Uuum… Sudah baligh? Pakai jilbab itu bukan perkara siap atau belum siap, bukan pula perkara sudah dapat hidayah atau belum. Jilbab itu perintah Allah, sama seperti sholat. Bolehkah kita tidak sholat dengan alasan belum siap? :)

Memakai jilbab itu perihal take it or take it gradually. Bukan take it or leave it. Tidak ada pilihan untuk tidak memakai jilbab atau mencopot jilbab. Apalagi hanya demi foto FB unyu. Dengan kita tetap pake jilbab, bisa unyu juga kok foto FB kita. Gendong aja anak bayi atau balita, dijamin unyu, bahkan lebih unyu mungkin :) 
“Buka jilbab karena ga pas banget buat suasana pantai, buka jilbab karena sudah ga mendekati UAN lagi, buka jilbab karena kita terpilih menjadi brand ambassador merk shampoo terkenal, buka jilbab karena iri ngeliat temen kita bisa mix n match baju2 ala k-pop."
Kita sudah secara sadar memilih Allah menjadi Tuhan kita, kapan pun dan dimana pun. Dan taukah? Ketika kita memilih buka jilbab yang artinya tidak taat kepada Allah, karena lebih memilih pantai atau jadi model shampoo atau ikut2an k-pop, lantas Tuhan kita itu yang mana? Kawan, tidak hanya 4 balon saja yang harus kita pegang erat2, tapi juga komitmen berjilbab :)

Mengendalikan Nafsu vs Buka Tutup Jilbab
Sebenarnya kita tidak akan mengalami kesulitan untuk memakai jilbab asal kita bisa meredam nafsu kita. Betul tidak? Nafsu untuk memakai pakaian pendek2, nafsu untuk memperlihatkan rambut kita yang bagus, nafsu untuk berontak sama Allah gara2 orang kita bercerai, dan nafsu2 lain yang bisa bikin setan bersorak sorai melihat kita tidak jilbaban.

Kalau kita belum komit jilbaban padahal sudah tau hukum dan ilmunya, yuk kita tata lagi jiwa ini :) kita sama2 belajar mengendalikan nafsu… Dan kunci mengendalikan nafsu adalah : BERSUNGGUH2. Susah memang, tapi dengan bersungguh2 seorang Ibu bisa menyapih anaknya, walau ia harus sedih melihat anak yang disayanginya menangis. Ia bersungguh2 menyapih, karena ia menginginkan kebaikan untuk anaknya… Pun kita, kita juga harus bersungguh2 menyapih jiwa kita dari nafsu2, termasuk nafsu untuk mencopot jilbab :)

APA
Jiwa yang tidak bersungguh2, misal pake jilbab buka tutup, adalah jiwa yang lalai. Orang dengan jiwa lalai bukanlah orang yang jiwanya memerintahkan keburukan, tapi bukan juga jiwa yang selalu taat kepada perintah Allah. Ia bukan jiwa yang selalu menyesali perbuatannya, tapi ia adalah jiwa yang lalai karena dunia dan selalu berbuat semaunya. Jiwanya tidak mengikuti aturan secara konsisten, akibatnya tersesat. Berhati2lah dengan kelalaian… Dari kelalaian ibadah, dari kelalaian pekerjaan, dari kelalaian ketaatan, dan kelalaian taubat…

KENAPA
Karena apa kita sering lalai dan tidak bersungguh2? Kita tidak cukup bersungguh2 mungkin karena kita tidak cukup yakin kepada Allah; kita tidak cukup yakin dengan rahmatNya atau kita tidak cukup yakin dengan murkaNya. Kita tidak cukup yakin dengan pertolonganNya atau kita tidak cukup yakin dengan kehendakNya. Atau bahkan kita tidak cukup yakin akan keberadaanNya atau kita tidak cukup yakin tentang hari kesudahan. Naudzubillahi mindzalik. Kalau kita yakin, bagaimana bisa kita membiarkan jiwa kita tidak bersungguh2 dan lalai?

BAGAIMANA
(1)Mintalah pertolongan dan kekuatan kepadaNya.
Kita hampiri Allah Sang Penggenggam Hati. Minta kepada Allah agar hati kita ditetapkan untuk selalu menuhankan Allah, bukan menuhankan nafsu. Minta kepada Allah agar hati kita ditetapkan dalam semangat menjalankan syariat, termasuk memakai jilbab.

(2)Mengikuti kajian2 ilmu agama
As we know, iman itu naik turun. Dengan ilmu dan niat yang selalu terbarukan, iman dan amal berjilbab kita insya Allah akan semakin mantap. Semoga Allah meringankan langkah2 kita menuju majelis ilmu.

(3)Menetapkan tujuan dan yakin pada diri sendiri.
Ketika tujuan utama kita memakai jilbab adalah demi mencapai ridho Allah, porsi usaha kita untuk hal itu pun akan lebih besar. Ya ga? :) Tujuan besar dan usaha yang besar pula.

(4)Mencari lingkungan dan sahabat yang baik dan sholeh.
Nah ini nih. Sangat penting :) Bukan berarti kita meninggalkan sahabat2 kita yang belum memakai jilbab, ya… Bukan. Dengan mereka pun kita harus menjalin silaturahim yang baik dan berkualitas. Tapiiii, kita sebaiknya memiliki lingkungan dan sahabat yang bisa saling mendorong dalam kebaikan dan keimanan, misal punya kelompok halaqoh. Ketika kita pengen upload foto yang ga pake jilbab, kita malu sama teman2, dan akhirnya kita mengurungkan niat untuk itu. Daaan nasehat dan teguran sahabat yang sholehah bagaikan obat. Kadang pahit, namun menyembuhkan. Jadiii.. kalau ada sahabat menegur kita karena buka tutup jilbab perlu kita musuhin atau tidak? Tentu tidak, ya… Justru kita seharusnya berterima kasih kepadanya dan mendoakan kebaikan untuknya.

Ciayow!! Terima kasih sudah membaca hingga akhir. Semoga bermanfaat :)
Yuk, pakai jilbab yang istiqomah.
CMIIW... 

Komentar

  1. provokatif yang edukatif, aku rasa itu cocok aku lontarkan untuk tulisan ini. mengena banget dengan gaya bahasa dan pembawaan yang santai, tapi berapi api dan mudah di cerna. lanjutkan dakwah, semoga pertolongan ALLAH selalu bersama kita....

    BalasHapus
  2. nice post...:) salam kenal :)

    BalasHapus
  3. smoga dgn membaca postingnya mulky ini makin banyak ukhti2 yg sadar untuk berhijab...thank dear

    BalasHapus
  4. waauuu... baguuuuuussss bangeettt...
    nice post...Mulky

    izin share di group tentang jilbab

    BalasHapus
  5. @mas ridwan : insya Allah.. ini nasihat untuk saya pribadi juga. hehe. rawan kelalaian :)

    @ammie : salam kenal juga, ammie :)

    @mbak naaniu : youre welcome, mbak. semoga bermanfaat :)

    @mas insan : monggo, mas. grup apa emangnya? :)

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah..
    semoga tulisannya semakin barokah, ya, Mulki
    An share juga di grup Muslimah Undip ^________^

    syukron jazakillah

    BalasHapus
  7. monggo. moga bermanfaat.
    wa iyyaki, kak :)

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih sudah membacanya :D dan terima kasih sudah mau komen. hehe...

Postingan populer dari blog ini

Mengelola Keuangan Keluarga #4 : Tabel Pemasukan - Pengeluaran

Mengelola Keuangan Keluarga #3 : Pembagian Porsi, Tunjangan Dadakan, Tabungan Cair

Resume Buku Personality Plus