Kisah Coass #4 "Mengakui Keluputan"
Salah satu yang saya suka dari stase
bedah adalah diperbolehkannya coass ikut CC (case conference) pagi residen. WoW!
Berasa jadi kucing piaraan yang dikasih makan ikan paus. Pasti heppilah! #garuk2 sofa
Oke, apakah CC itu? Kurang lebih
CC adalah ajang melapor ke konsulen dan mendiskusikan kasus2 pasien yang datang
ke IGD ketika jaga malam. Bagaikan taman bunga yang bakal banyak banget kupu2
yang beterbangan di dalamnya, CC juga sama. Banyak banget ilmu yang beterbangan
di dalam CC. Tinggal coass dan residen yang hadir bawa jaring2 atau ga buat
nangkepin kupu2 ilmu yang beterbangan di situ. Yang fokus dan mencoba memahami,
ya bakal pulang dengan keranjang terisi. Yang ngantuk2an –bahkan tidur- dan ga
peduli dengan isi CC, ya bakal pulang dengan kepala dan hati hampa. Sudah
begitu ditambah merutuk, “ah, CC residen ketinggian buat coass. Mending ngamko.”
Jreeenggg. Yang ngomong gitu kaya orang yang ngempet nafas padahal bisa nafas sepuasnya.
Sekian perkenalan tentang CCnya.
Haha.
Saya ingin bercerita tentang satu
CC pagi bedah. Sampai pada kasus invaginasi bayi 5 bulan, ada seorang konsulen
yang bertanya, “Siapa coass yang ikut periksa pasien ini? Siapa coass jaga IGD
semalam?”
Dari sekian jumlah coass yang
jaga malam itu, hanya empat kaki yang berdiri. Karena coass bukanlah kambing,
maka pemilik 4 kaki tersebut adalah 2 ayam. Ggrr. Skip saja bagian kenapa hanya
dua yang mengaku.
“Ga ada yang ikut PF (pemeriksaan fisik)?”
Seorang coass menjawab, “Saya
melihat pasien itu, dok. Melihat isi pampers dan hasil USG pasien. Tapi saya
tidak memeriksanya.”
“Ini kasus bagus. Apa itu dance
sign? Kamu tidak memeriksanya karena tidak dibolehkan oleh residen atau karena
malas?”
Coass itu menjawab lagi, “Dibolehkan
residen, dok. Saya yang tidak memeriksanya dengan baik.”
BLARRR...
Terjadilah CC yang
ramai oleh simpulan2, tuduhan2, dan generalisasi bahwa coass tidak periksa
pasien IGD dan ancaman hukuman mengulang stase bedah.
"Nasib" bagi coass itu. Jika benar ia jadi dijatuhi
hukuman, ia bilang akan menerimanya. Karena ia mengakui bahwa ia memang bersalah.
1) Tidak memeriksa pasien dengan
baik, cuma melihat.
2) Tidak bertanya kepada residen
tentang pemeriksaan fisik (PF) yang bisa dilakukan pada pasien tersebut. Ia
cuma tau, pada pasien invaginasi akan muncul gambaran doughnut sign pada USGnya.
Ia tidak tau PFnya.
Coass itu tidak ingin luput lagi.
Setelah ia luput periksa pasien dengan baik, ia tidak ingin luput menyadari
(dan mengakui) kesalahan. Ia tidak ingin luput untuk kedua kalinya secara
berturut2 Ia merasa macam keledai jika luput lagi. Ia tau, memang salah satu
hal yang sering luput adalah belajar mengakui kesalahan. Ia tidak ingin menjadi
salah satunya. Sering manusia luput mengakui kesalahan karena saking penuhnya
fikiran bertemakan pembelaan, pemakluman, alibi, dan syalala lainnya, hingga
hal bernama “menyadari kesalahan” (lantas mengakuinya) bukan lagi agenda utama.
Kalah. Tersingkir oleh kepengecutan akan hukuman berat atau cemaran nama baik.
Sebenarnya coass itu bisa saja
beralasan, “di saat pasien datang, saya sedang menyaksikan WSD, dok. Selesai
WSD, saya sempat melihat pasien itu sebentar dan melihat hasil USGnya. Saya
hanya baru tau jika invaginasi itu gambarannya doughnut sign pada USGnya. Dan karena
jam jaga IGD saya sudah selesai (tukeran jaga bangsal), saya langsung ke
bangsal, Dok. Jadi tidak sempat tanya2 residen lagi.”
Itu yang sebenarnya terjadi.
Tanpa ia tambahi dan kurangi. Tapi alasan banget, kan??
Sudahlah. Ia saja sudah mengakui bahwa ia luput. Ia sadar, tugasnya di IGD
adalah belajar memeriksa semua pasien bedah di IGD. 100%. Bukan 80% atau 90%
pasien. Dan ia merasa tidak berhasil melakukannya dengan baik. Jadi katanya, ia
memang salah.
Lalu.. Apa kita ga boleh membela
diri? Ga boleh klarifikasi? Boleh! Siapa bilang ga boleh? Asal tidak menjadikan
menyadari dan mengakui kesalahan sebagai yang nomor 2-3, atau yang lebih bawah
lagi. Boleh kok mengklarifikasi, boleh banget :D
Lagipula efek ke depannya pun
sepertinya akan berbeda. Yang BENAR2 mengakui kesalahan (terlepas jadi dihukum
atau tidak) akan kapok dan berusaha lebih baik lagi dalam melakukan kewajibannya.
Karena memang tanggung jawab. Atau karena ia memang merasa butuh.
Sedangkan yang terbiasa mencari
alasan :
1. Akan
terus mencari alasan, atau bahkan sampai berbohong demi menyelamatkan diri.
Atau
2. Kapok
dan berusaha lebih baik cuma karena takut dengan ancaman hukuman.
Salam.
BalasHapusSalut deh buat temannya mbak Mulki yg mau menanggung resiko harus ngulang stase daripada mencari-cari alasan pembenaran. Semoga ke depannya sukses jadi dokter sejati ^^
Aamiin :) doakan istiqimah, mbak.
BalasHapusSmg bermanfaat :)
jadi inget cado-cado, tapi dia edisi kocak ding hihi...
BalasHapuslanjutkan ceritanya, Mulki :)
btw aku suka banget tampilan barunya.. cantik banget :)
aku malah belum pernah baca cado2, monmon.. haha. gagaul yak..
BalasHapusJempol deh kisahnya, cuma aku banyak yang roaming dengan istilah2nya
BalasHapusmbakk. aku kok jadi makin suka yah sama tulisan2nya :D
BalasHapuskriuk kriuk gimaanaa gitu :)
cerita nya seru, jadi ndambah pengetahuan ttg ilmu kedokteran deh :p
WAH BARU TAHU. ILMU KEDOKTERAN NIH, ....
BalasHapusbahasanya gaul bgd ampe kadang2 suka bingung saking gak gaul he