Day 1. Jakarta – Rantau Prapat : Aku Yakin Ini Ujung Dunia!
He’dhyarr!
Serasa
ada kembang api muntup-muntup di kepala, begitu satu bulanan yang lalu kanda
nge-wa, “Sayang, tiket ke Medan dan Aceh sudah di-issued.”
Dalam
rangka apakah kami ke Medan dan Aceh? Jawabannya simple : silaturahim. Tidak
ada yang dapat menggantikan silaturahim secara langsung kepada saudara, tidak
facebook-twitter-sms-telpon-blog-IG, atau shortcut2 silaturahim lainnya. Lensa
dan retina mata tetaplah perangkat terjitu untuk memotret sebuah momentum,
saling berjabat tangan pun tetap jadi yang terdepan untuk mengungkap sebuah dukungan,
dan papil2 lidah pun tetap deksriptor terbaik dari cita rasa para makanan.
Hloh? Ujung2nya makanan. Hehe. Oke, oke… Kami ke sana karena kami mendapat
undangan pernikahan dari teman kami, si Vera. Ia menikah di Rantau Prapat (266
km dari Medan). Berhubung sudah sampai sana, sekalian saja silaturahim juga
dengan komponen biotik abiotiknya Medan dan Aceh. Ya ga?
Semakin
mendekati tanggal keberangkatan, paksuami semakin kumat obsessive compulsive disordernya sifat perfeksionisnya. “Sayang…
ini sudah? Itu? Ono? Oto?” “Udah bikin itinerary?”“Kalo A ga bisa, plan B, C, Dnya
gimana? Udah cari tau” “Kamu udah mastiin theblablablabla?” “Kamu udah hubungin
lagi? Pastiin lagi? Nanti jangan2 ini itu ono oto…”
Maka
saya sebagai orang yang easy going slebor,
sangat terbantu juga termehek dengan
sifat perfeksionis paksuami ini. Hihi. Alhamdulillah.
Yiiiha,
dan sampailah pada hari yang indaaah iniii :)
Day
1. Jakarta – Rantau Prapat : Aku Yakin Ini Ujung Dunia
Setelah
sarapan, dengan krucils segini, kami keluar dari rumah jam 5.25, naik si Vario
ke stasiun Pondok Ranji, berniat naik Commuter Line yang jam 5.40. Dan karena
memang jam2nya berangkat ngantor, pasti CLnya penuhlah, ya. Tapi Alhamdulillah,
si big pink bisa masuk dengan santainya.
the krucils selfie dulu |
Sesampainya
di stasiun Tanah Abang, kami nyetop taxy, tujuan utamanya sih ke Gambir, mau
ngejar Damri yang jam 7.00, tapi karena paksuami ada urusan dulu di kantor,
jadi mampir sebentar ke kantor. Cling!
Di
taxy, saya mulai calling2 Alia dan Kristin, dua teman yang berencana kondangan
ke nikahan Vera juga, yang flightnya samaan dengan kami. Saya juga mulai
ngeringkes2in dokumen yang nanti bakal butuh dipop up secara berurutan: print-an eticket, idcard, dan duit. Ketika
lihat dompet, “KTPku kok ga ada, Ndaaa?” “Haaa? Buku nikah bawa ga?” Hehe. Ya,
begitulah. Sedemikian hati2 paksuami, sampe sekarang, 2.5 tahun married, buku nikah selalu dibawa.
Sejauh apa pun kami travelling, sejauh
itu pula si buku nikah ngikutin kami. “Hehe… KTPnya ada kok, Nda. Tenang2. Buku
nikah juga ada. Deg2an, ya? Lumayan kan, olahraga jantung pagi2?”
Dan
ulala, sesampainya di Gambir, olahraga paksuami langsung Allah sempurnakan,
tidak hanya olahraga jantung, tapi olahraga seluruh tubuh. Karena sesampainya
di Gambir, bis Damri yang kami incar, sudah bergerak peeerrrgiii. Ini mah
ibaratnya harus tarik2an rezeki sama malaikat Mikail. Tanpa ragu, keeeejaaaaaarrrr…
Pintaku hanya dua saat itu. 1) Supir damrinya ngeliat spion 2) Bembii peach clogku ga
patah. Dan Alhamdulillah, bis Damri jam 7 menjadi rezeki kami! Ngos2annya?
Wiih.. Jangan tanya. Paksuami tampak butuh sarapan kedua.
pake clog utk ngejar Damri is not good idea |
Nyampe
di Soetta jam 8 kurang. Alhamdulillah sudah ada Alia. Beberapa menit kemudian, Kristin
pun tiba. Kami naik Lion Sumatra tujuan Kualanamu dari terminal 1B Soetta. 550k
IDR for each. Alhamdulillah, dapet
murah. Kata detik.com sih karena memang lagi di low seasonnya travelling.
Nah… bagian ini perhatiin deh. Ketika
beli tiket, jam keberangkatan kami 9.20. Tapi 2 hari yang lalu, paksuami sempat
disms oleh LionAir bahwa flight kami diundur jadi jam 9.50. Komennya, “Ah, ini
taktik marketing.” Ketika check in,
paksuami minta sama mbak2 check in, “Mbak, bisakah kami tetap naik yang 9.20?” Dan..
bisa. Alhamdulillah. Setelah check in, bisiknya, “Naik Lion tuh kaya naik angkot.
Dateng aja lebih dulu, kalo flight sebelum
kita masih ada yang kosong, kita bisa maju.” Nah, untuk tipe maskapai yang kaya
gini, pinter2nya kita manfaatin. Jangan mau justru jadi korban. Hehe.
Alhamdulillah,
sampai Kualanamunya sesuai dengan estimated
time arrival (ETA), 11.40. Walau landingnya Lion yaa suka giituu deh. Hehe.
Tapi tetap, terima kasih banyakk Lion crew sudah bekerja dengan baik, walau
katanya lagi bad condition (Heavy Cloudy?).
Mejeng at Kualanamu airport |
Kami
cukup lama nongkrong di Kualanamu, karena nunggu Rere yang flightnya kena
delay. Gapapa, jadi bisa muter2 di Kualanamu. Bandara yang relatif baru, tapi
entah kenapa lantainya sudah banyak yang kusam dan retak2. Besides, bandara ini
luas sekali. Bahkan ada satu lantai yang belum dipergunakan, mungkin untuk hotel
transit?
Fasilitas
bandara ini oke. Sangat mudah untuk menemukan toilet di lantai mana pun, tengok
kanan ada, tengok kiri ada. ATM? Kalo tidak salah, ada tiga ATM centre di sini.
Di lantai 1, ada di jejeran AW. Di lantai 2, ada di kedua sisi. Ada Mandiri,
BNI, Bank Sumut, hm.. lainnya saya lupa. Kemarin sih, Muamalat belum ada,
sedangkan BCA masih underconstruction. Musholanya ada di lantai 1, disediakan
mukena dan quran juga. Restoran? Banyak. Craft
and accecories store? Banyak. Bahkan booth
kipling dan branded stuff lainnya
juga ada. Gatau deh siapa yang akan beli.
Begitu
sampai di Kualanamu, sesuangguhnya kita belumlah sampai di Medan. Kita ada di
Deli Serdang. Tapi dari bandara Kualanamu ke stasiun Medan ada beberapa pilihan
public transportation. Bisa naik
Damri, taxy bandara, taxy swasta, dan kereta. Itu sudah urutan dari murah ke
mahal. 1) Kalo lagi nyantai dan ingin irit, monggo ngeDamri. 2) Kalo tiga orang
atau lebih dengan bawaan yang cukup banyak, monggo taxy bandara atau swasta.
Katanya sih 150-200ribu. Mungkin sekalian bisa lihat2 kotanya. Tapi risikonya
yaaa kenalan sama trafficnya Medan. Katanya sih 1.5-2 jam perjalanan. 3) Kereta. Relatif cepat, nyaman, indah, lestari. Jadwal dan harga kereta bisa dilihat di link ini.
Setelah
kami timbang2, kami memutuskan untuk naik kereta. Secara kami kan turis.
Gapapalah nyobain. Gatau kapan lagi bisa nyobain, kan? Dan juga mumpung kami
berempat. Jumlah yang pas untuk dapet harga ter”ramah”. Kami naik kereta Kualanamu-Medan
yang jam 13.25. Sebenarnya kami juga bisa dapet kereta yang 12.25, tapi
berhubung delay pesawatnya Rere lama pangkat tiga, jadi yaasudahlah (Babe comic
style).
Wiih,
peron keretanyanya cakep, keretanya pun ganteng. Kursi keretanya emang sengaja
ga difullin kaya kereta senjasolo, argolawu, atau sejenisnya, karena disediakan
space untuk koper, tas, dan sejenisnya. Eksklusiflah pokoknya. Berasa orang
gedongan jadinya naik kereta ini. Hihi. #norak. Kata paksuami aja, “Berasa di
Sidney…” Tipe kursinya blang blentong gitu, ada yang madep depan, ada yang
madep belakang. Jadi kalo kebagian yang madep belakang, yaa..DL deh. Hehe. Saya
dan paksuami pun dapet yang madep belakang. Tapi plis, jangan mau kalah dengan
keaadan! Kalo kereta sudah jalan dan terlihat ada bangku madep depan yang
kosong, segeralah isi. Boleh kok. Herannya, kemarin yang nyari bangku kosong
madep depan kok cuma kami berdua, ya? Yang lain terima2 aja duduk mundur.
Sebegitu berulahnyakah kami?
penampilan dalam kereta kualanamu airport |
Alhamdulillah,
jam 14.15 nyampe stasiun Medan. Kami sudah disambut oleh Mas Rustanto dan Mas
Gomen. Mereka dadah2 girang sekali melihat sahabat kriwilnya sampai di Medan.
Dan ulalaaa.. ternyata tidak hanya mereka berdua, ada Mas Harsono dan Mbak Ari
juga yang menyambut kami. Hihi, jadi bahagia. Mereka adalah teman2 paksuami
yang ditempatkan di kantor keu Medan. Pejabat2 Medan deh intinya :P Ternyata
kami diajak makan dulu di luar stasiun sembari nunggu kereta ke Rantau Prapat
jam 15.44 nanti. Tapi berhubung kebutuhan tiket kereta Medan-Rantauprapat Alia,
Kristin, dan Rere belum lengkap, jadi hanya saya dan paksuami yang makan di
luar. Very sorry, girls. Padahal sudah disediakan dua mobil, loh.
Yuhu,
akhirnya saya kenalan dengan trafficnya Medan. Hehe. Kebetulan lagi jam macet,
mungkin pas jam makan siang (kedua?). Setelah 30 menit berkenalan, ada dua
simpulan (sementara), 1) orang Medan lebih hobi
sering memencet klakson dibanding menginjak gas, 2) jika depan saya jalan, saya
pun ikut jalan, tidak peduli lampu lalulintasnya merah, kuning, atau hijau.
Mantap, ramaaai. Hehe.
Rupanya
kami diajak makan soto Medan, tepatnya Soto Kesawan. Letaknya di sebrang Tjong
A Fie mansion, sebuah bangunan heritage di Medan. Pas kami ke situ sih banyak
lampion2 merah di sekitarnya, meriah, gatau di hari2 lain selalu seperti itu
atau tidak. Ooh, ternyata rumah makannya tidak terlalu besar, cenderung
sederhana, tapi keliatan kalo rumah makan itu laku keras! Ngeri2 sedap nih
kayanya. Makin penasaran.
Begitu
pesanan datang, sekilas mirip dengan Soto Betawi. Tapi yang ini kuahnya gurih
santan plus udang. Bener2 recommended, kawan! Per orangnya disajikan tiga
piring : soto, nasi, sambal ijo ditabur bawang goreng. Kami pesan soto campur,
maka isinya campuran paru goreng garing, ayam suwir, daging, babat, dan the special
one : udang.
ga sempet motret, jadi gambarnya ngambil di google |
Saatnya
icip! Hm… Guriiih bangeeeet. Rekomendasi cara makannya sih isi soto (daging,
udang, dll)nya dicocol ke sambalnya, nasi dicelup ke kuah per suapnya. Tapi
karena saya lagi butuh makan yang ringkes, soo… sambal ijonya saya cemplung
semua ke sotonya, dan sotonya saya siramkan setengahnya ke piring nasinya.
Elegan banget, kan? Hehe. Ohya, kalo tidak salah sih harga per porsinya 25k
IDR.
Hm…
Kalo macetnya kaya tadi, saya sudah pasrah saja ga bisa ngejar kereta Sribilah Utama
(Medan – Rantau Prapat) jam 15.44. Tiket hangus, tidak apa2. Karena lidah sudah
sangat termanjakan dan perut pun sudah kenyang dengan satu porsi soto kesawan.
Hati jadi kelewat adem. Hehe. Tapii sepertinya kami sampai kembali di Stasiun
Medan tepat waktu. Kami lari2 kecil, bahkan saya pun sempat keserimpet gamis
sendiri ketika naik tangga stasiun. Malu juga, sampai dinasehati oleh biksu2
dengan deep (or wise?) voicenya, “Hati2, Nak..” (Nak? Nak? Nak? Oh, my..) Dan
tereeeeettt. Kereta Medan yang katanya tepat waktu, ternyata : delay. Satu sisi
syukurlah… Satu sisi Alhamdulillah. Hehe. Apapun keadaannya, memang harus
bersyukur, kan?
Setelah
menunggu beberapa menit, datanglah kereta Sribilah Utama yang akan membawa kami
ke Rantau Prapat, stasiun pemberhentian terakhir kereta tersebut. Pertama kali
lihat, saya langsung ngecek tiket, “Nda… Aku beli eksekutif, kan?” Saya tau
kalo Sribilah ini ada gerbong ekse dan bisnisnya, tapi sepanjang saya melihat,
outlook gerbongnya kok sama semua? Oke.. don’t judge train by its cover. Coba
naik dulu. Dan taraaa.. memang ini seperti
kereta eksekutif. Tapi memang terlihat lebih shabby aja sih. Jadi bernuansa
vintage gitu. Hehe. Saya husnuzhon, maintenance kereta ini baik. Iyalah, sampai
setua ini saja masih tetap bermanfaat, tidak mbledos sana-sini (?)
Di
menit2 awal, saya dan paksuami sangat antusias naik kereta yang shabby chic (?)
ini. Bukan karena AC, kursi, atau colokannya, semua fungsional Alhamdulillah…
tapi yang membuat kami antusias adalah kereta ini buanyakk nyamuk. Paksuami
kumat hiperaktifnya, tepok – dapat 1, tepok – dapat 2, seterusnya. Dan saya pun
jadi ikut2an tanding tepok2an nyamuk. Dan ternyata nyamuk medan pemberani2,
semakin sering kami tepok, semakin banyak nyamuk yang menghampiri wilayah jajah
kami. Tapi saya yang biasanya jarang bisa berhasil nepok nyamuk, entah mengapa
kali ini saya banyak berhasil. Ah, simpulannya : nyamuk medan memang pemberani,
tapi kemampuan survivalnya rendah. Hehe. No offense, loh.
“Sudah,
Nda… kekanakan sekali kita. Yang lain aja woles banyak nyamuk gini.” “Abis Nda
risih denger ngiung2nya nyamuk. Skor Kanda berapa tadi?” “16 nyamuk.” “Kamu?”
“8” “Tulis nanti di blog kamu, TIPS naik Sribilah ke Rantau Prapat : bawa raket
nyamuk. Seru!” Tapi tenang, sodara2. Situasi banyak nyamuk hanya di menit2 awal
kok. Setelahnya akan berangsur mereda (baca: mereda, bukan berarti hilang)
Dan
apa yang kami lakukan sepanjang enam jam perjalanan agar tetap menarik? Cukup
hanya dengan tetap bernafas dan buka mata. Lihat apa yang bisa dilihat; semua
baru bagi kami. Tanaman ladangnya, atap rumahnya, wajah penduduknya, alamnya,
semua. Kalo emang lagi niat travelling, lihatlah sebanyak2nya. Jangan justru
banyak tidur. Sayang duitnya, travelling kan juga pake duit :P
artis2 kereta Sribilah |
Ketika kami masih menikmati pemandangan walau langit mulai gelap
tapi belum sepenuhnya gelap #apasih-ribet banget, tiba2 penumpang di depan kami, dengan
seenaknya tanpa babibu, menutup tirai jendela kami. Kami yang sedang menikmati
pemandangan, langsung sengit dalam hati. Ini bukan jendelanya, kenapa tirai
kami ikut ditutuuup? Sungguh merusak kebahagiaan. Tapi setelah melihat sekitar,
memang mengherankan, almost semua jendela tertutup tirai. Fenomena apa ini?
“Nda…
Tradisinya emang gitu kali. Kalo udah gelap, tutup tirai. Mitos2an gitu.
Gunduruwo?”
“Tapi
kan Nda pengen liat pemandangan.”
“Yaudah,
liatin aku aja. Gapapa ya?”
“Nda
kan emang skalian liatin kamu, tapi dengan latar pemandangan. Indahnya...”
“....”
“Sayang…
Nanti kalo bapaknya pipis atau ngerokok, kita buka lagi aja tirainya.”
Dan,
Allah mengabulkan! Beberapa saat kemudian, kesempatan itu datang. Saya pun
tidak menyia2kan kesempatan. Sreeekkk! Iyaeayy, terbuka lagi. Semakin senja,
semakin gelap, jingga semakin pekat.
Bletakkkk!!!
Suara
yang cukup keras datang tidak jauh dari kami. Apa itu? Tas jatuh? Mesin
mbledos? Pencurikah?
Penumpang
sebelah kami, Mas Bowo, bilang “Jendela kami ditimpuk batu dari luar. Sering
terjadi di sini. Bahkan kacanya sering pecah, nembus. Makanya kebanyakan pada nutup
tirai.”
Dan
tanpa menunggu aba2, SREKKK!! Tirai kami segera saya turunkan. Ketika saya
menoleh, eh.. ada yang merengut. Hehe…
Setelahnya
saya tetap terjaga, apa saja yang kiranya bisa kami lakukan, kami lakukan.
Ngobrol, ngegame, ngemil, nepok nyamuk yang sesekali lewat, apa aja kecuali
tidur. Hehe. Dan lama2, rasa lelah dan dinginnya AC rupanya berhasil membius
kami, menghadirkan kantuk di jam setengah sepuluhan. Baru icip2 tidur, sudah
ada yang teriak, “Terakhir… Rantau Prapaaat.” Yakk! Ga jadi tidur…
Alhamdulillah,
sesampainya di stasiun Rantau Prapat, sudah ada yang menjemput kami. Namanya
Bang Akbar. Beliau adalah teman kecilnya Vera. Kalo Vera merantaunya ke Solo,
kalo Bang Akbar ke Surabaya. Sudah kenal Jawalah intinya. Kami dijemput dengan
mobil Taft. Wihiy, seru! Tapi berhubung ga muat, jadi saya harus dipangku
paksuami di depan. Dan CONGRATULATION, paksuami harus memangku saya selama satu jam
lamanya. Hihihiii…
Sesampainya
di rumah Vera, kami langsung disambut hangat oleh empunya acara. Sudah semalam
ini, tapi mereka belum tidur. Masih ramai rumahnya. Secara nikahan besok kan
memang diselenggarakan di rumah. Ada yang masak, ada yang latihan "pedang pora",
ada yang duduk2 saja menonton. Lalu kami? Jelas, numpang makan! Hihi.
Setelahnya,
kami diinapkan di sebuah hotel, bernama hotel Terang. Satu2nya hotel atau
penginapan di Aek Nabara, Rantau Prapat ini. Cerita blabla dan blabla selanjutnya kami sambung kemudi ZZZZZ....
Yey, akhirnya ada postingan jalan2 juga hihi ^^
BalasHapusMasyaAllah TAbarokallah,...
BalasHapusHave a nice adventure,.. or two,..
:-D
assalamualaikum...salam kenal mba
BalasHapusmakasih ya :)
BalasHapusjadi ngiri nih pengen jalan-jalan juga ...
BalasHapusmau dong ikutan !
BalasHapussalam kenal mbk semoga sukses
BalasHapusitu namanya jalan-jalan keren ..
BalasHapusjakarta memang tempat yang mantabbb
BalasHapus"Selamat siang Bos 😃
BalasHapusMohon maaf mengganggu bos ,
apa kabar nih bos kami dari Agen365
buruan gabung bersama kami,aman dan terpercaya
ayuk... daftar, main dan menangkan
Silahkan di add contact kami ya bos :)
Line : agen365
WA : +85587781483
Wechat : agen365
terimakasih bos ditunggu loh bos kedatangannya di web kami kembali bos :)"