BBM Nonsubsidi : Yuk?

Lihat foto di bawah dulu deh :)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Aku dan suami selalu berusaha untuk memakai bbm nonsubsidi. Ga asik, ya? Gapapa. Kami memang ga asik. Kami memakai bbm nonsubsidi bukan karena kami sudah lebih-lebih banyak, punya-punya banyak. Bukan. Bukan untuk gegayaan juga. Mau gegayaan bagaimana, toh bau bbm nonsubsidi ya begitu2 saja, tidak lantas jadi wangi melon atau lemon. Toh laju jalannya juga segitu2 aja, ga lantas jadi bebas macet.  

"Terus karena apa?"
Alasannya simple, kami ingin bbm subsidi tetap ada dan harga bbm subsidi tetap murah :)  

"Lah... Kalo bbm subsidi ada dan harganya murah, tapi kamu ga menggunakannya, bukannya sama aja bohong? Ga ngaruh juga ke kamunya."
Pengaruh dong. Banyak sekali pengaruhnya. Contohnya tentang sembako, sayur, lauk, public transpor, dll. Setidaknya mengurangi satu faktor deh yang bisa menyebabkan harga mereka naik. Kami tetap terbantu, kan? :)  

Sebenarnya, dengan menggunakan bbm nonsubsidi, kami tidak muluk2 bertujuan untuk membantu pemerintah, negara, dan apbn. Apalah kami ini, ga signifikan~ga punya kekuatan apa2. Hanya semata kami mengetahui ada si nenek, ada si ibu, ada si mas, ada saudara2 seindonesia kita yang benar2 harus kita penuhi haknya.  

Eh... Dengar2, katanya kebanyakan yang menikmati bbm subsidi sebenarnya orang2 bermobil pribadi, ya :) orang2 yang yaa okelah, golongan menengah dan atas. Orang2 yang punya kulkas, orang2 yang terkadang2 taking holiday with fam, orang2 yang sering makan di luar rumah, orang2 yang masih bisa ke bioskop~masih bisa beli komik~masih bisa bela2in rokok, dan aktivitas2 fun lainnya. Padahal... Kamu pasti ngerti maksud aku :)  

Aku bukan seorang ahli dan yang ngerti banyak tentang kondisi energi dan ekonomi di indonesia. Yang aku ngerti cuma seukuran kutil. Maka aku ga bisa nulis kondisinya secara gamblang, sistematis, dan scientific di sini. Yang kutulis hanya curahan hati yang sederhanaaa sekali. Semoga tidak membawa kesalahan, keburukan, buruk2an, atau salah2an.    

Hematku begini. Naiknya harga bbm subsidi (dari angka x ke y) salah satunya disebabkan oleh demand kita yang (semakin) gede atas bbm subsidi. Yang padahal alokasi dana yang dipunya pemerintah segitu2 aja, alias terbatas. Ibaratnya, kita ngisi air ke gelas ukuran kecil dan gelas ukuran besar; Dengan jumlah air yang sama, tentu gelas kecil akan lebih tinggi coveragenya, alias lebih banyak subsidi per liternya :) Dengan jumlah air yang sama, tentu gelas besar akan lebih rendah coveragenya, alias lebih sedikit subsidi per liternya.  

Itu pikiranku aja sih, di luar harga minyak perbarel sekarang berapalah, nilai rupiah dan solar berapalah, dan lahlah lainnya.  

Trus ketika kita semua ngandelin bbm subsidi, kita bayangin deh kalo cadangan bbm subsidi nanti menipis, tipiiiiiiiiss... Dan bam! Seindonesia pasti ramai. Spekulan bermain. Indonesia semakin ramai. Rame2 sembako merangkak naik harganya. Indonesia semakin ramai tralala trilili.    

"Ah, bodo amat. Aku juga masih terbatas kok, mul. Nikmati aja yang sekarang. Yang nanti, biar nanti. Urusan pemerintah itu. Kan udah digaji gede."
Temen2 yang suka ngomong gini suka aku perhatikan, loh. Kayanya mereka hanya kurang percaya diri aja kalo mereka sebenarnya bisa. Atau kayanya karena keliwat "perhitungan". Aku perhatikan, tidak jarang mereka kemana2 prefer naik mobil (dengan dalih kalo naik motor bakal debuan, kepanasan, atau kehujanan. Kalo public transport bakal ribet  dan ga nyaman), lantas mereka ga segan untuk pakai tol, bisa ngado barang2 mahal ke pacarnya, punya sepatu banyak banget, bisa bolak-balik perawatan ke dokter kulit, dan macem2 lainnya. Dan perhatikan ga? Orang yang punya mobil makin banyaaak. Ya gaa?

Menggunakan bbm nonsubsisi menurutku seperti doing good for a greater good. Selain katanya bbm nonsubsidi "lebih ramah" kepada mesin kendaraan kami, setidaknya kami bisa save beberapa liter bbm subsidi agar tetap ada. Yang imbasnya tentu tidak kecil, tapi besar dan membesar seperti menggelindingnya bola salju jika dilakukan bareng2.

Yuk, sama2 kita mencoba untuk menggunakan bbm nonsubsidi. Sama, kami juga kalangan menengah. Kami juga keluarga muda yang masiiih struggling. Yang sisa akhir bulannya bisa aja hanya receh2an. Tapi tidak ada salahnya mencoba untuk memakai bbm nonsubsidi, jika tidak setiap membeli ~ oke seringkali ~ atau beberapa kali.  

Tidak mudah memang untuk berubah. Terasa sekali perjuangan dan pengorbanannya. Tapi adakah perubahan yang nyaman? Adakah hijrah yang tidak melelahkan? Jika dirasa lelah, kuatkan lagi dengan mengingat niat awal, ingat lagi si nenek itu, si ibu itu, si mas itu... Jika dirasa benar2 lelah, istirahat dulu. Jika kondisi sudah membaik dan memungkinkan, lanjutkan lagi, beli bbm nonsubsidi lagi :) 

Jika boleh berandai2 (ga boleh, mulkiiii) andai sedari dulu banyak orang berada (dan agak berada) yang mau "sedikit tidak nyaman" memakai bbm nonsubsidi, yang malu memakai bbm subsidi, yang sudah cukup terhibur dengan ucapan "trima kasih untuk memakai bbm nonsubsidi... mungkin kini harga bbm subsidi tidak setinggi sekarang, harga2 sembako dan perangkat hidup lainnya pun tidak semahal sekarang. Ah, skip deh paragraf yang ini. Anggap aja enggak ada :(

Komentar

  1. sejak kenaikan BBM, aku berniat memakai pertamax. Alasannya simpel saja sih, sudah terlalu banyak subsidi yang aku dapatkan sedangkan pengabdian kepada negara belum ada. semoga langkah ini, salah satu pengabdian oleh negara, walaupun masih sedikit sih..

    BalasHapus
  2. atau emang harga premium-pertamax beda sedikit aja?

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih sudah membacanya :D dan terima kasih sudah mau komen. hehe...

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Personality Plus

Lagi Galau?

Mengelola Keuangan Keluarga #4 : Tabel Pemasukan - Pengeluaran