Solutifkah Kita?

Ingin berbagi tentang 7 huruf yang selama ini menjadi pe-er banyak orang di kelembagaan publik, yaitu S-O-L-U-T-I-F. Sudah seberapa solutifkah kita? Atau selama ini kita hanya riweuh dengan banyak urusan, tapi ternyata tidak berpengaruh apa2, dengan kata lain keberadaan kita signifikansinya nol.

Di sebuah masjid. Di pinggir jalan umum. Yang mungkin tidak hanya dimampiri oleh warga sekitar, tapi oleh para pelancong yang mau numpang “ketemu” sama Rabbnya di waktu yang sudah mereka sepakati.Di halaman masjid, ada sebuah plang yang berisi peraturan sholat di masjid tersebut. Hanya tiga point sebenarnya, dengan tulisan besar, maka cukup mencolok agar kita membacanya.

Pertama, HP harap dimatikan. Kedua, bagi pria tidak diharapkan sholat memakai kaus oblong atau T-shirt. Ketiga, bagi wanita diharuskan sholat dengan menutup aurat. Untuk peraturan pertama, mudah saja, tinggal pencet tombol off, maka matilah HP kita (walau sebenarnya kenyataan tersembunyi, level kepatuhannya pun mungkin di bawah hitungan 50%). Yang ketiga, lebih mudah lagi, tinggal pakai mukena, maka selesai perkara. Yang kedua nih yang saya anggap pasti kelihatan sekali ketidakpatuhannya. Posisi masjid yang berada di pinggir jalan umum, yang sudah saya gambarkan di awal cerita sepertinya kurang menguntungkan untuk terlaksananya aturan point dua. Untuk warga sekitar, mungkin sudah tau akan aturan itu. Bagaimana dengan para pelancong? Akankah mereka berbalik lantas tidak jadi sholat di masjid itu? Akankah diusir oleh takmir?

Ternyata kekhawatiran tadi benar2 terjadi, ada beberapa pria yang memakai T-shirt datang berniat sholat di situ. Lantas? Ya masa’ iya takmir mengusir mereka? Kan memang di Indonesia banyak yang belum terbiasa untuk menyengajakan sholat pakai baju koko atau kemeja, apalagi mahasiswa. Tapi kecuali untuk mahasiswa FK, loh.Wong hampir tiap hari kudu pakai kemeja karena memang semua lab menghendaki mahasiswanya memakai pakaian rapi a.k.a berkemeja (berbau keterpaksaan, ya? Heheh) Entah kapan ibadah dengan pakaian rapi akan menjadi sebuah kebiasaan orang umum di Indonesia.

Ternyata... ada seorang bapak2, diperkirakan adalah takmir masjid itu yang membagikan baju koko kepada jama’ah pria yang berkaos. Memang status bajunya hanya pinjaman. Ya iyalah ya, kalau ga dikembaliin, bisa2 tiap hari cowok2 bakal datang ke masjid itu dengan kaos. Sholat bonus baju koko. Lumayan banget, kan? Heheh. Ternyata, masjid itu sudah siap dengan solusi atas aturan2 yang dibuatnya. Mereka berhasil menjawab kepesimisan orang2 atas ditaatinya peraturan tersebut. Semua mungkin, asal ada solusinya. Subhanallah... hal yang tampaknya sederhana, tapi hikmah di baliknya begitu berharga. Mereka sudah siap dengan solusi! Kita? Semoga keberadaan kita identik dengan kata SOLUTIF. Aamiin.

Mulki Rakhmawati
*sejujurnya kata solutif sangat annoying buat saya akhir2 ini. Susyaaaahh... Mikir, Mul! Mikir! Mikir!

Komentar

  1. terimakasih telah "mampir" mbak mulki

    tentang postingan ini, menarik (becak? ^^),, saya juga suka sholat pake baju kaos,,kapan2 sy sholat di masjid itu aja kali ya, biar dapet koko gratis,,:D

    nice blog, eniwei

    BalasHapus
  2. @anonim: aamiin.

    @budikurniawan: beberapa di jkt. ada juga di jogja. tapi blm pernah nemu mesjid gituan di solo. heheh. keep visiting, ya...

    BalasHapus
  3. @mulki:
    di Solo ada juga kok mba, beberapa masjid pernah saya temui .. terutama ketika akan shalat jum'at. Bahkan ada khatib sampai 'marah 'saat melihat ada jama'ah yang menggunakan kaos oblong .. :-)

    BalasHapus
  4. walah jangankan pake kaos oblong, di Solo ada masjid yang kalo yang sholat bukan jamaahnya setelah yang sholat ini pergi bekas tempat sholatnya di-pel...:p
    Btw, yang dilakukan takmir masjid itu perlu diacungi jempol...

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih sudah membacanya :D dan terima kasih sudah mau komen. hehe...

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Personality Plus

Lagi Galau?

Mengelola Keuangan Keluarga #4 : Tabel Pemasukan - Pengeluaran