Sahabat : Tak Harus Sempurna
Kenapa ya berada di kereta selalu membuat saya mellow? (Maklum, saya kan anker senjut (anak kereta senja utama) ;D) terutama kalo di senjut yang meninggalkan Jakarta menuju Balapan Solo. Sebenernya yang bikin mellow bukan karena saya ninggalin Jakarta, tapi karena saya akan ke Solo, yang berarti kerja keras dan kerja cerdas (semoga plus kerja ikhlas dan kerja tuntas) akan dimulai lagi x)
Berkutat kembali dengan ”mereka”, yang semakin hari saya percaya semakin bertambah tantangannya. Rasanya memang mengasikkan, tapi juga memusingkan. Di saat kaya’ gini aja saya butuh banget tempat cerita, apalagi nanti di saat nafas saya megap2 karena sudah berasa pusing puooll. Saya kudu cerita kepada orang yang saya anggap bisa mendengarkan. Seseorang itu tidaklah harus orang yang sempurna, yang penting ia bisa mendengarkan. Bohong kalau di dunia ini tidak ada seorang pun yang memenuhi kriteria tersebut. Di dunia ini telah penuh dengan orang. Tidak harus kepada seseorang yang saya keramatkan. Juga tidak harus kepada orang yang lebih tua atau lebih muda. Juga tidak harus kepada orang bertelinga caplang agar kita bisa didengarkan.
Banyak yang bisa mendengarkan. Tapi apa saya bisa cerita kepada mereka semua? Selain mulut saya cuma satu, saya juga harus percaya sama dia. Sekali lagi, tidaklah harus seseorang yang sempurna untuk bisa saya percayai. Yang penting saya bisa nyaman dan ga malu kalau saya mengeluh dan mengadu kepadanya. Dan dirinya pun tulus mendengarkan. Sungguh sepertinya itu sudah lebih dari cukup. Biasanya, hanya dengan bercerita, rasanya 80% kepenatan telah terselesaikan.
Ya, mungkin hanya dengan 2-3 orang kita bisa bicara bebas, tanpa rasa malu. Hanya kepada segelintir orang itu kita bisa pertaruhkan rahasia kita. Semua karena apa? Karena kita percaya sama mereka. Dan sekali lagi, seseorang itu ga harus dengan IQ 145 atau ga harus dengan seseorang multilanguage yang fasih Prancis, Inggris, Jepang, dan Arabnya, sehingga kita bisa dengan leluasa memakai bahasa campur2an. Bukan itu. Pokoknya yang saya yakini, sesosok dua sosok itu pasti ada. Yakin.
Bahkan mungkin sesungguhnya ada 10 orang di sekitar kita yang bisa mendengarkan, bisa kita percaya, dan bisa ngasih feedback yang baik. Justru kadang kitalah yang ga sadar akan keberadaan mereka. Entah karena memang kita yang kurang membuka diri, atau karena kita yang kurang cakap menemukan sosok2 mereka, atau karena kita yang kurang bersyukur dengan orang di sekeliling kita, atau karena (naudzubillahi min dzalik) kita menganggap diri mereka tak pantas untuk kita sandari. Semua tentang ”atau karena kita”.
Sekali lagi, tidak harus kepada mereka yang kita anggap sempurna...
Berkutat kembali dengan ”mereka”, yang semakin hari saya percaya semakin bertambah tantangannya. Rasanya memang mengasikkan, tapi juga memusingkan. Di saat kaya’ gini aja saya butuh banget tempat cerita, apalagi nanti di saat nafas saya megap2 karena sudah berasa pusing puooll. Saya kudu cerita kepada orang yang saya anggap bisa mendengarkan. Seseorang itu tidaklah harus orang yang sempurna, yang penting ia bisa mendengarkan. Bohong kalau di dunia ini tidak ada seorang pun yang memenuhi kriteria tersebut. Di dunia ini telah penuh dengan orang. Tidak harus kepada seseorang yang saya keramatkan. Juga tidak harus kepada orang yang lebih tua atau lebih muda. Juga tidak harus kepada orang bertelinga caplang agar kita bisa didengarkan.
Banyak yang bisa mendengarkan. Tapi apa saya bisa cerita kepada mereka semua? Selain mulut saya cuma satu, saya juga harus percaya sama dia. Sekali lagi, tidaklah harus seseorang yang sempurna untuk bisa saya percayai. Yang penting saya bisa nyaman dan ga malu kalau saya mengeluh dan mengadu kepadanya. Dan dirinya pun tulus mendengarkan. Sungguh sepertinya itu sudah lebih dari cukup. Biasanya, hanya dengan bercerita, rasanya 80% kepenatan telah terselesaikan.
Ya, mungkin hanya dengan 2-3 orang kita bisa bicara bebas, tanpa rasa malu. Hanya kepada segelintir orang itu kita bisa pertaruhkan rahasia kita. Semua karena apa? Karena kita percaya sama mereka. Dan sekali lagi, seseorang itu ga harus dengan IQ 145 atau ga harus dengan seseorang multilanguage yang fasih Prancis, Inggris, Jepang, dan Arabnya, sehingga kita bisa dengan leluasa memakai bahasa campur2an. Bukan itu. Pokoknya yang saya yakini, sesosok dua sosok itu pasti ada. Yakin.
Bahkan mungkin sesungguhnya ada 10 orang di sekitar kita yang bisa mendengarkan, bisa kita percaya, dan bisa ngasih feedback yang baik. Justru kadang kitalah yang ga sadar akan keberadaan mereka. Entah karena memang kita yang kurang membuka diri, atau karena kita yang kurang cakap menemukan sosok2 mereka, atau karena kita yang kurang bersyukur dengan orang di sekeliling kita, atau karena (naudzubillahi min dzalik) kita menganggap diri mereka tak pantas untuk kita sandari. Semua tentang ”atau karena kita”.
Sekali lagi, tidak harus kepada mereka yang kita anggap sempurna...
hm... jawaban postingan mb ya dek??? :-)
BalasHapus@mbak son: ini tulisan lama, mbak. jaman semester 1. eh, makanya pas tadi buka punya mbak kok sm2 lagi bahas ttg mendengarkan.
BalasHapus"itulah mengapa Allah SWT menciptakan 2 buah daun telinga & sebuah lisan..." -hikmah
BalasHapusbtw, dulu jg pecinta 'SenjUt'. Skr sdh beralih ke 'RosalIn'.. lebih bisa menikmati nuansa malam kota2 di pantura ..
@kak tyo: kan malem2, kak. ga keliatan juge pemandangannya. heheh. lagipula lama naik bis, berasa lebih capek juga, karena lebih keras getarannya. ya ga sih? heheh. naik senjut aja, kak! enak rame pedagang. rosalia mah sepiii. heheh.
BalasHapus@mulki:
BalasHapusJustru itu mba, kalo naik senjut pas ngeliat keluar pemandangannya g ada. Sekalipun ada hnya hamparan sawah2... itupun gelap gulita. :)
Blm pernah naik bis y ? Hehe, ini dia benefit2nya:
- Sy suka nuansa lampu kota2 pantura di malam hari + lbh tenang (g ada pedagang). :D
- Lama ? pengalaman sy malah sebaliknya, kereta lbh lama. Aplg kl ada masalah di 1 stasiun, delay di st. berikutnya bs sampe berjam-jam. (kalo yg ini prnh mrasakan delay 4jam smpe Solo).
- 2 kali istirahat. Istrht prtama (jam8mlm), utk mkn malam+sholat di mushola. Istrht ke2 (jam2pg), kl mau msh smpat u/ shlt malam.
- harganya lbh variatif (5 kelas Bis Vs 3 kls-nya KA).
Jd pjg gini.. :D
1 lg, sy bukan agen tiket bus loh.. hny sharing aja. CMIIW
hihihi....dulu punya masalah yang sama...dan langsung hilang ketika....menikah.
BalasHapusSo, menikah sajalah...hehehe...
@kak tyo: kalo pas pulang ke kampung kan seringnya pas rame2 jalan daratan. so bakal macet. kereta kan ga pake macet. heheh. juga kalo lagi banjir, teman saya ngebis jkt-solo 21 jam gara2 banjir semarang itu, loh. harga variatif? kereta juga ah. heheh.
BalasHapuskalo istirahat 2 kali sih emang beneran keuntungan ngebis. saya bukannya ga pernah ngebis, pernah kok sekali dua kali. dan itu lama banget nyampe jakartanya dan berasa lebih capek gitu. tapi thanks loh sharingnya ;D
*berasa calo kereta nih ;D heheh.
@dr.Afie: wah, dok. piye, yo. bnyk yg nyuruh cepat menikah, tapi bnyk juga yg bilang nanti2 sj. enaknya pas kapan ya, dok?
?????
BalasHapussapa yg mo nikah bul??
@kak ralex: hey, you. stop calling me "bul". okeh? siapa mau nikah? mayoritas orang yang masih "sendiri" mau nikah tha? jangankan yang belum, para suami saja mungkin banyak yang mau nikah lagi, kak. heheh. jawaban pertanyaanmu inikah? heheh.
BalasHapussaat yg tepat utk menikah itu adalah di saat yang tepat..nah lho..:p
BalasHapusKalo tanya enaknya kapan adalah ketika sudah siap lahir batin. Lahir dalam artian punya pendapatan utk mencukupi kebutuhan minimal. Klo enggak, habis malam pertama bakalan sering berantem masalah duit. Batin dlm artian dua orang itu memang sudah sama2 mantap pengen nikah. Klo yg satu cuman pengen having fun, pasti bubar dlm waktu singkat... Weh, sok tua ya...
Btw gak semua suami pengen menikah lagi...tidak semua laki-laki...(lagu dangdut?)
@dr.Afie: berrat, boss! erghh... heheh.
BalasHapusiya2, tidak semua suami. mulki kan juga ga bilang semuanya. hanya banyak ;D