Mengatur Keuangan Keluarga #1 : Prioritas Keuangan
Hello, friends! Saya blogging
lagi! Dari mana saja saya –mungkin ada yang rindu? Hm.. kali ini saya
mengkambinghitamkan “adaptasi” sebagai penyebab saya vakum blogging selama satu
tahun ini. Hehe. Adaptasi atau keasikan ya sebenarnya? Hahaha.
Alhamdulillah wasyukurillah,
hampir satu tahun ini saya finally hidup serumah dengan suami, di rumah kami
sendiri. Saya lagi asik2nya mengurus suami, mengurus rumah, belajar bertetangga,
belajar memasak (yang hanya PD disuguh ke suami aja, hehe), dan nyambi jadi
general practitioner di puskesmas daerah Bintaro sektor 9. What a wonderful
life, Alhamdulillah. Akhirnya ya, hidup saya terdengar normal! Hehe.
Kali ini saya akan sharing
tentang pengaturan keuangan rumah tangga ala kami, setelah beberapa teman request
untuk dibahas in detail di blog. Bukan sesuatu yang unik dan inovatif actually,
tapi mungkin saja ada kesamaan nasib di antara kita; yang menikah di usia yang
muda, baru memulai karir (bahkan saya masih kuliah saat itu), dan jelas2 belum
mapan secara financial. Hehe. Mungkin tujuan tulisan ini adalah sekedar berbagi
semangat, bahwa in syaa Allah kita bisa menjalaninya. Hehehe. Ga penting bets,
yak? Udah.. di pageclose langsung ajalah. Saya rela kok. Hahaha.
Ohya, catat di awal : saya orang yang
boros dan sangat loyal. Jadi kalau tidak ada menejemen yang rigid, GILAK, bisa
ga berbekas, coy!
Okeh, ayuk kita mulai!
Miliki
tujuan dan prioritas.
Kondisi
masing2 keluarga pastinya berbeda2. Maka tujuan dan prioritas keuangan keluarga
pastilah bertolak dari kondisi dan pandangan hidup si pelakunya. So.. hargai
dan saling doakan saja. Jika melihat yang dirasa “ngaco”, jangan nyinyir. “Dih,
tu orang. Udah tau duitnya senen kemis, sering amat jajan di warteg depan.
Masak keek.” Dan jika melihat kondisi orang lain yang kepenak banget, jangan baperan, apalagi iri
dengki.
Kenapa ga
perlu iri dan dengki? Mungkin suatu saat kita mikir gini, “wah.. bagus banget
baju yang dipakai Chelsea Islan itu.” Karena ingin, lalu ikutan beli. Tapi
ketika diapakai, “kok gini sih??” Udah mengeluarkan kocek dalam, ternyata ga
cocok! Bukannya tampak gorgeous, malah pantes aja enggak. Begitu juga hidup.
Belum tentu hidup orang lain yang kita lihat enak itu cocok untuk kita. Dan belum
tentu hidup orang lain yang kita lihat mudah itu sanggup kita jalani jika kita
di posisi dia. Syukuri saja jalan hidup kita masing2. Right?
Mungkin ada yang
kondisinya masih “yang penting tiap hari makan” dulu, mungkin ada yang
prioritasnya membuat bisnis/investasi dulu, atau focus ngumpulin uang untuk pendidikan
lanjut, atau yang prioritasnya haji dulu, atau rumah dulu, atau kendaraan dulu,
silakan… yang jelas, masing2 orang sebaiknya memiliki prioritas, dengan
prioritas yang beralasan. Kenapa wajib memiliki alasan? Karena hal itulah yang
in syaa Allah membuat kita tidak mudah goyah hanya karena prioritas kita
berbeda dengan orang lain.
Sekedar share.
Saya dan suami, di awal tahun pernikahan, penghasilan suami 1 digit, saya
malah masih kuliah, dan kami LDM (saya kuliah di Solo, sedangkan suami kerja di
Jakarta). Sumber daya lumayan tersita untuk komunikasi dan transportasi. Tapi
Alhamdulillah, kami enggak sedih liat teman2 kami sudah bisa ini dan itu. hehe. Karena memang prioritas kami saat itu adalah komunikasi kami yang ga terhambat. Dan alhamdulillah lagi, Allah kasih jalan untuk kami tetap bisa mencapai keinginan kami pelan2. Kok bisa? Karena Allah menghendaki. Daaan... pengelolaan latte factor menjadi salah satu jalannya.
-bersambung-
Wah terimakasih sudah sharing :)
BalasHapus