Tawakal
“Gue udah sholat jumpalitan pas malem 12 rakaat, dhuha 12 rakaat, tapi kok urusan gue yang satu itu susah banget kelar... tapi si similikiti kagak pernah sholat, ngaji juga ga bisa, tapi kok lancaaaar banget kalo punya gawe...”
Sepertinya tidak satu-dua orang yang pernah berfikir seperti itu. Membandingkan kuantitas ibadahnya dengan orang lain lalu dihubungkan dengan nikmat fisik kasat mata yang diterima masing2... Pun! Pun membandingkan kualitas dirinya dengan orang lain lalu dihubungkan dengan elektabilitas masing2 di hadapan manusia.
Rasanya banyak wanita sholihah kualitas super yang sampai usia 40 tahun, tapi masih saja harus memohon kepada Rabbnya untuk mendatangkan lelaki yang akan menggenapkan setengah diennya.
Rasanya banyak pasangan harmonis nan romantis yang sampai usia pernikahannya yang ke-7, masih saja memohon kepada Sang Irrodah untuk menghadirkan buah hati penyejuk jiwa dalam bilik2 rumahnya.
Rasanya banyak mahasiswa pluripoten, famous seantero kampus *bedeeuhhh lebay*, tapi ternyata ada hajat penting dalam hidupnya yang belum tunai.
Kurang apaa cobaaa?
Usaha? Oke.
Ibadah? Terrrus.
Doa? Jalan.
Semoga mereka kenal dengan kata tawakal ^_^
Tawakal itu didahului dengan memiliki prinsip -> lalu memegang prinsip itu dengan teguh -> tawakal.
Jadi bahasa gampangnya : usaha + doa -> konsisten berusaha dan berdoa -> tawakal .
“Robbanaa ‘alaika tawakkalnaa. Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal.” (Mumtahanah: 4)
Setelah itu milik Allah... ketetapan Allah... Saya beberapa waktu lalu sempat belajar tentang *adha dan *adar. Rumit. Tapi pengen juga next time posting tentang hal itu ^_^
Balik lagi... Kapan datengnya siiiiihhh hajat kita itu? Kapan terkabulnyaa?
“Wahai orang2 yang beriman, mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang2 yang sabar.” (Al-Ba*arah : 153)
Kalian tau? Ketika ada pengamen yang nyanyi di hadapan kita, dengan wajah tampan, suara yang merdu, dan lagu yang kita sukai, apa respon kita? Bukankah kita ingin berlama2 mendengarkan dan tidak mau cepat2 ngasih koin ke pengamen itu? Bukankah kita ingin mendengarkan lagunya sampai habis dan kalau bisa nyanyi lagi dengan lagu re*uest-an kita? Dan setelah kita puas... maka keluarlah lembaran uang tanda kita menghargainya...
Beda ketika yang datang adalah pengamen dengan penampilan begundal dan ketika nyanyi, kita lebih memilih untuk menutup telinga... lalu apa respon kita? Bukankah kita akan secepatnya merogoh kantong, lalu menyerahkan dengan segera kepingan koin kepada pengamen itu? Sadari... Koin itu adalah tanda pengusiran, kawan. Agar pengamen itu secepatnya enyahh... Bukan balas jasa, apalagi penghargaan.
Itulah. Kita belajar dari filosofi pengamen.. Ketika hajat kita masih belum terpenuhi, jangan bersedih. Barangkali Allah sedang senang melihat usaha kita, sedang senang mendengar doa khusyu’ kita... Tenanglah... Allah Mahaadil. Allah Mahabaik. Allah sangat menyayangi hambaNya... Allah akan membalas amal kita, walau sekecil dzarah. Jangan khawatir atas skenario Allah. Pastilah yang terbaik. Mungkin saja tidak sesuai dengan hajat kita, tapi bisa saja lebih, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh kita sebelumnya. Allah lebih tau dari kita. Tentang waktunya. Tentang wujudnya.
“Dan kepada setiap jiwa diberi balasan dengan sempurna sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Az-Zumar : 70)Percaya, kan? Sungguh... Allah lebih tau dari kita..
Tentang waktunya.
Tentang wujudnya.
I wish there was an English translation of this
BalasHapusalhamdulilah